Minggu, 10 Maret 2013

“DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK BANGSA”



 Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.
Dari sisi sumber daya manusia, anak merupakan generasi penerus berlanjutnya suatu bangsa yang harus diperhatikan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai umur 18 tahun. Perhatian harus berlanjut sepanjang hayat dalam memperlakukan anak dengan cara yang baik dan beradab tanpa suatu kekerasan. Karena seorang anak adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi seorang pemimpin.
Masa perkembangan anak semestinya dipenuhi dengan kegembiraan sehingga berpengaruh positif bagi kejiwaannya. Akan tetapi, kecemasan dan ketakutan anak sekarang muncul dimana-mana, misalnya di sekolah, dijalanan, bahkan dirumah yang dihuni orang tuanya sekalipun.
Menurut saya, ketika anak akrab dengan suatu kekerasan, ancaman kehilangan jati diri, kepercayaan dan kemandirian dalam dirinya akan menghilang. Maka, menciptakan lingkungan yang menentramkan anak adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, tanpa situasi yang tenteram dan tenang, anak akan merasa tertekan sehingga berakibat pada terganggunya perkembangan jiwa.
Janganlah heran jika pribadi anak pada masa mendatang menjadi lebih keras dan otoriter. Mereka akan berubah menjadi warga keras, tidak toleran, pendendam, dan tidak peduli terhadap lingkungan sosial. Bahkan, timbul rasa berlebihan terhadap keyakinannya sehingga mereka menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang mengarah pada kekerasan.
 Perilaku kekerasan terhadap anak secara fisik atau psikis adalah perilaku masyarakat jahiliyah dan tidak berbudaya. Melakukan kekerasan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa anak sehingga harus kita redam. Mencaci, berkata kotor, tidak sopan, dan paling berbahaya lagi, kekerasan fisik dan psikis terhadap anak akan melahirkan generasi yang menyelesaikan sengketa dengan kekerasan juga.
Kekerasan terhadap anak, baik fisik, psikis, maupun seksual, masih menjadi fakta yang nyata dan tidak tersembunyikan lagi. Maka tidak tepat lagi bahwa dikatakan kekerasan terhadap anak hanya dianggap urusan domestik atau masalah internal keluarga yang tidak boleh diketahui oleh masyarakat, pemerintah, atau penegak hukum.
Kekerasan terhadap anak akan membawa dampak yang permanen dan berjangka panjang sehingga penanggulangannya harus dilakukan sekarang juga. Bahkan anak yang sering mengalami kekerasan dikemudian hari akan hilang rasa percaya dirinya, bahkan hingga memicu kemarahannya dan merencanakan untuk melakukan aksi balas dendam. Media massa sekarang sudah banyak memberitakan berbagai kasus tindak kekerasan terhadap seorang anak.
Tanpa disadari orang tua pernah melakukan kekerasan terhadap anak, salah satu  bentuk kekerasan kecil adalah kekerasan verbal atau kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata yang menyakitkan. Menurut psikolog yang concern dibidang psikolog anak, kekerasan verbal terhadap anak akan menumbuhkan sakit hati hingga membuat anak berfikir seperti apa yang kerap diucapkan oleh orang tuanya. Jika orang tua mengatakan anak bodoh, maka dia akan menganggap dirinya seperti itu.
Meski dampaknya  tidak terjadi secara langsung, namun melalui proses. Karena ucapan-ucapan bernada menghina dan merendahkan itu akan direkam dalam pita memori anak. Semakin lama, maka akan bertambah berat dan membuat anak memiliki cerita negatif.
Kekerasan terhadap anak tampaknya tidak hanya dilakukan oleh para orang tua didalam sebuah keluarga. Kekerasan terhadap seorang anak juga banyak dijumpai dilingkungan sekolah. Hal itu antara lain berupa kurikulum yang terlalu padat dan tidak berpihak pada anak, sikap sementara seorang guru yang kadang-kadang kasar terhadap anak, semua itu tidak dapat dibenarkan. Bagi anak, belajar yang efektif adalah belajar yang menyenangkan, bukannya belajar yang penuh dengan rasa ketakutan atau tekanan.
Disisi lain, anak-anak juga mendapatkan tindak kekerasan dilingkungan masyarakat. Misalnya, tayangan TV yang didominasi berbagai berita maupun sinetron yang bernuansa kekerasan, contoh masyarakat yang menggunakan kekerasan sebagai jalan satu-satunya pemecahan masalah, dan juga perilaku para tokoh yang seharusnya menjadi panutan tetapi justru mencontohkan berbagai tindak kekerasan. Hal tersebut adalah serangkaian bentuk kekerasan yang juga sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan kepribadian anak dimasa mendatang.
Selain serangkaian kekerasan diatas yang juga tidak bisa dilupakan adalah kekerasan terhadap anak oleh negara. Betapa banyak ketidakpedulian yang dilakukan oleh negara terhadap jutaan anak di negeri ini. Dari mulai ketidakpedulian terhadap ratusan ribu anak jalanan yang terpanggang terik matahari dijalan raya dan jumlahnya semakin meningkat, anak yang terpaksa harus putus sekolah dari haknya untuk memperoleh pendidikan dasar, anak yang kelaparan dan menderita busung lapar karena tidak terpenuhinya hak dasarnya atas kesehatan, ini semua juga akan mengakibatkan hilangnya sebuah generasi unggul bangsa ini dimasa depan.
Semua itu adalah serangkaian tindak kekerasan terhadap anak dan itu semua terjadi karena paradigma yang keliru mengenai anak. Kealu hal seperti itu dibiarkan terus menerus berlangsung dan kekerasan terhadap anak tidak segera dihentikan, cepat atau lambat bangsa ini akan runtuh, karena pemimpin bangsa ini kelak akan terdiri atas anak-anak yang memiliki masa kanak-kanak yang penuh kekerasan tersebut.
Faktor-faktor yang melatar belakangi kekerasan terhadap anak, diantaranya adalah:
Ø  Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik dari pihak ayah, ibu, dan saudara yang lain. Seorang anak sering kali menjadi sasaran kemarahan orang tua.
Ø  Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Misalnya: Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi.
Ø  Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi.
Ø  Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga, Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa, dengan  demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua.
Untuk mendapatkan pemimpin bangsa yang bermutu tinggi tentunya harus mempunyai langkah-langkah strategis. Ada beberapa aspek yang memberikan peranan penting dalam mengasah anak bangsa, yaitu antara lain:
Ø  Menguatkan keharmonisan keluarga, sebagai rujukan nilai agar dalam suatu keluarga tidak mengalami perpecahan (perceraian).
Ø  Mengusahakan pendidikan karakter, untuk melatih anak agara dapat menemukan jati diri yang sesunggunya dan tidak terpengaruh dengan dunia luar.
Ø  Membudayakan keteladanan, membiasakan seorang anak untuk mencari/ menentukan teladan yang baik untuk menjadi panutan hidupnya.
Ø  Membuat jaringan sistem pengaman, agar seorang anak tidak terpaku dengan dunia maya dalam internet.
Ø  Jauhkan tontonan televisi yang mengacu pada kekerasan, usahakan agar seorang anak tidak mengenal adanya kekerasan.

Oleh karena itu, mari perangi kekerasan terhadap anak dengan menggagas pendidikan kasih sayang bagi mereka. Mudah-mudahan dengan pendidikan kasih sayang mereka mampu menjadi generasi pelanjut bangsa yang selalu menyebarkan kebaikan bagi orang-orang disekitarnya. Semoga ditahun yang akan datang anak-anak Indonesia akan menjadi pemimpin bangsa yang baik.























DATA DIRI

Nama                         : Nur Syifafatul Aimmah

Alamat                       : Mangkangkulon RT:01 / RW:05 Tugu Semarang

Kode Pos                   : 50155

Sekolah / Kelas        : MA NU Nurul Huda / XII IPA

Usia                            : 17 Tahun










1 komentar: