Di Indonesia salah satu
masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai
dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya
yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi
pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar
jiwanya tidak terganggu.
Dari sisi sumber daya
manusia, anak merupakan generasi penerus berlanjutnya suatu bangsa yang harus
diperhatikan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai
umur 18 tahun. Perhatian harus berlanjut sepanjang hayat dalam memperlakukan anak
dengan cara yang baik dan beradab tanpa suatu kekerasan. Karena seorang anak
adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi seorang pemimpin.
Masa perkembangan anak
semestinya dipenuhi dengan kegembiraan sehingga berpengaruh positif bagi kejiwaannya.
Akan tetapi, kecemasan dan ketakutan anak sekarang muncul dimana-mana, misalnya
di sekolah, dijalanan, bahkan dirumah yang dihuni orang tuanya sekalipun.
Menurut saya, ketika anak
akrab dengan suatu kekerasan, ancaman kehilangan jati diri, kepercayaan dan
kemandirian dalam dirinya akan menghilang. Maka, menciptakan lingkungan yang
menentramkan anak adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, tanpa
situasi yang tenteram dan tenang, anak akan merasa tertekan sehingga berakibat
pada terganggunya perkembangan jiwa.
Janganlah heran jika
pribadi anak pada masa mendatang menjadi lebih keras dan otoriter. Mereka akan
berubah menjadi warga keras, tidak toleran, pendendam, dan tidak peduli
terhadap lingkungan sosial. Bahkan, timbul rasa berlebihan terhadap
keyakinannya sehingga mereka menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang
mengarah pada kekerasan.
Perilaku kekerasan terhadap anak secara fisik
atau psikis adalah perilaku masyarakat jahiliyah dan tidak berbudaya. Melakukan
kekerasan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa anak sehingga harus kita
redam. Mencaci, berkata kotor, tidak sopan, dan paling berbahaya lagi,
kekerasan fisik dan psikis terhadap anak akan melahirkan generasi yang
menyelesaikan sengketa dengan kekerasan juga.
Kekerasan terhadap anak,
baik fisik, psikis, maupun seksual, masih menjadi fakta yang nyata dan tidak
tersembunyikan lagi. Maka tidak tepat lagi bahwa dikatakan kekerasan terhadap
anak hanya dianggap urusan domestik atau masalah internal keluarga yang tidak
boleh diketahui oleh masyarakat, pemerintah, atau penegak hukum.
Kekerasan terhadap anak
akan membawa dampak yang permanen dan berjangka panjang sehingga
penanggulangannya harus dilakukan sekarang juga. Bahkan anak yang sering
mengalami kekerasan dikemudian hari akan hilang rasa percaya dirinya, bahkan
hingga memicu kemarahannya dan merencanakan untuk melakukan aksi balas dendam. Media
massa sekarang sudah banyak memberitakan berbagai kasus tindak kekerasan
terhadap seorang anak.
Tanpa disadari orang tua
pernah melakukan kekerasan terhadap anak, salah satu bentuk kekerasan kecil adalah kekerasan
verbal atau kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata yang menyakitkan. Menurut
psikolog yang concern dibidang psikolog anak, kekerasan verbal terhadap anak
akan menumbuhkan sakit hati hingga membuat anak berfikir seperti apa yang kerap
diucapkan oleh orang tuanya. Jika orang tua mengatakan anak bodoh, maka dia
akan menganggap dirinya seperti itu.
Meski dampaknya tidak terjadi secara langsung, namun melalui
proses. Karena ucapan-ucapan bernada menghina dan merendahkan itu akan direkam
dalam pita memori anak. Semakin lama, maka akan bertambah berat dan membuat
anak memiliki cerita negatif.
Kekerasan terhadap anak
tampaknya tidak hanya dilakukan oleh para orang tua didalam sebuah keluarga.
Kekerasan terhadap seorang anak juga banyak dijumpai dilingkungan sekolah. Hal
itu antara lain berupa kurikulum yang terlalu padat dan tidak berpihak pada
anak, sikap sementara seorang guru yang kadang-kadang kasar terhadap anak,
semua itu tidak dapat dibenarkan. Bagi anak, belajar yang efektif adalah
belajar yang menyenangkan, bukannya belajar yang penuh dengan rasa ketakutan
atau tekanan.
Disisi lain, anak-anak
juga mendapatkan tindak kekerasan dilingkungan masyarakat. Misalnya, tayangan
TV yang didominasi berbagai berita maupun sinetron yang bernuansa kekerasan,
contoh masyarakat yang menggunakan kekerasan sebagai jalan satu-satunya
pemecahan masalah, dan juga perilaku para tokoh yang seharusnya menjadi panutan
tetapi justru mencontohkan berbagai tindak kekerasan. Hal tersebut adalah
serangkaian bentuk kekerasan yang juga sangat besar pengaruhnya bagi
pembentukan kepribadian anak dimasa mendatang.
Selain serangkaian
kekerasan diatas yang juga tidak bisa dilupakan adalah kekerasan terhadap anak
oleh negara. Betapa banyak ketidakpedulian yang dilakukan oleh negara terhadap
jutaan anak di negeri ini. Dari mulai ketidakpedulian terhadap ratusan ribu
anak jalanan yang terpanggang terik matahari dijalan raya dan jumlahnya semakin
meningkat, anak yang terpaksa harus putus sekolah dari haknya untuk memperoleh
pendidikan dasar, anak yang kelaparan dan menderita busung lapar karena tidak
terpenuhinya hak dasarnya atas kesehatan, ini semua juga akan mengakibatkan
hilangnya sebuah generasi unggul bangsa ini dimasa depan.
Semua itu adalah
serangkaian tindak kekerasan terhadap anak dan itu semua terjadi karena
paradigma yang keliru mengenai anak. Kealu hal seperti itu dibiarkan terus
menerus berlangsung dan kekerasan terhadap anak tidak segera dihentikan, cepat atau
lambat bangsa ini akan runtuh, karena pemimpin bangsa ini kelak akan terdiri
atas anak-anak yang memiliki masa kanak-kanak yang penuh kekerasan tersebut.
Faktor-faktor yang melatar
belakangi kekerasan terhadap anak, diantaranya adalah:
Ø
Kekerasan
dalam rumah tangga,
yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik dari pihak ayah,
ibu, dan saudara yang lain. Seorang anak sering kali menjadi sasaran kemarahan
orang tua.
Ø
Disfungsi
keluarga, yaitu
peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Misalnya: Adanya
disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang
membimbing dan menyayangi.
Ø
Faktor
ekonomi, yaitu
kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang
disebabkan himpitan ekonomi.
Ø
Pandangan
keliru tentang posisi anak dalam keluarga, Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang
tidak tahu apa-apa, dengan demikian pola
asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua.
Untuk mendapatkan pemimpin
bangsa yang bermutu tinggi tentunya harus mempunyai langkah-langkah strategis.
Ada beberapa aspek yang memberikan peranan penting dalam mengasah anak bangsa,
yaitu antara lain:
Ø
Menguatkan
keharmonisan keluarga,
sebagai rujukan nilai agar dalam suatu keluarga tidak mengalami perpecahan
(perceraian).
Ø
Mengusahakan
pendidikan karakter,
untuk melatih anak agara dapat menemukan jati diri yang sesunggunya dan tidak
terpengaruh dengan dunia luar.
Ø
Membudayakan
keteladanan,
membiasakan seorang anak untuk mencari/ menentukan teladan yang baik untuk
menjadi panutan hidupnya.
Ø
Membuat
jaringan sistem pengaman,
agar seorang anak tidak terpaku dengan dunia maya dalam internet.
Ø
Jauhkan
tontonan televisi
yang mengacu pada kekerasan, usahakan agar seorang anak tidak mengenal adanya
kekerasan.
Oleh karena itu, mari
perangi kekerasan terhadap anak dengan menggagas pendidikan kasih sayang bagi
mereka. Mudah-mudahan dengan pendidikan kasih sayang mereka mampu menjadi
generasi pelanjut bangsa yang selalu menyebarkan kebaikan bagi orang-orang
disekitarnya. Semoga ditahun yang akan datang anak-anak Indonesia akan menjadi
pemimpin bangsa yang baik.
DATA DIRI
Nama : Nur Syifafatul Aimmah
Alamat : Mangkangkulon RT:01 /
RW:05 Tugu Semarang
Kode
Pos : 50155
Sekolah
/ Kelas : MA NU Nurul Huda / XII
IPA
Usia : 17 Tahun
bagus banget, terus berkarya :)
BalasHapus