Minggu, 10 Maret 2013

JAMALUDDIN AL-AFGHANI



LATAR BELAKANG JAMALUDDIN AL-AFGHANI

  1. Pendahuluan
Salah satu tokoh gerakan modernisme klasik yang berupaya meningkatkan standar moral dan intelektual umat Islam dalam rangka menjawab bahaya ekspansionisme barat adalah Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M). Walaupun Jamaluddin al-Afghani tidak melakukan modernisme intelektual, namun ia telah menggugah kaum muslimin untuk mengembangkan dan menyuburkan disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.

Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revivalis.

            Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khusunya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian mengembangkan sendiri ide-ide tersebut, sedangkan fundamentalisme menganggap apa–apa yang datang dari Barat adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak untuk diambil. Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar setelah fase modernisme.

            Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, al-Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas, Afghani menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika itu berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keIslaman. Alhasil Afghani memijakkan kedua kakinya di dua sisi berbeda, ia seorang modernis tapi juga fundamentalis. Agaknya tepat apa yang dikatakan Black bahwa afghani adalah puncak dari kalangan modernis dan fondasi bagi kalangan fundamentalis.

Pada makalah sederhana ini kami akan paparkan sedikit tentang Afghani, hal yang berkenaan dengan jati diri beliau, sekilas pemikiran beliau, kiprah politik, dan hal lain yang serba sedikit sebab makalah ini tak cukup representativ jika harus mewakili keseluruhan pemikiran dan sepak terjang beliau yang begitu fenomenal.

  1. Sekilas tentang Afghani

          Dilahirkan di Asad abad pada tahun 1838, yakni sebuah distrik di Iran, Jamaluddin al-Afghani lahir sebagai seorang pembaharu dalam dunia Islam. Ia adalah anak dari sayyid Safder yang memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist tekenal, Imam at-Tirmidzi yang selanjutnya terhubung dengan sayyidina Ali bin Abi Thalib. Masa remajanya banyak ia habiskan di Afghansitan. Ia adalah anak yang cerdas. Sejak umurnya 12 tahun ia telah hafal al-Qur`an, kemudian saat usianya menginjak 18 tahun ia sudah mendalami berbagai bidang ilmu keislaman dan ilmu umum. Al-Afghani dikenal sebagai orang yang menghabiskan hidupnya hanya demi kemajuan islam. Ia rela beranjak dari suatu negara ke negara lainnya demi menyuarakan pemikiran-pemikiran revolusionernya, tentunya demi mengangkat posisi dan martabat Islam yang jauh tertinggal dari dunia barat.

            Di zamannya Islam berada di bawah bayang-bayang imperialisme Barat. Kondisi masyarakat muslim yang jauh dari Islam, menurutnya adalah salah satu penyebab utama kemunduran dunia Islam. Fanatisme yang masih kental kala itu, belum lagi dengan tidak adanya rasa persaudaraan di antara sesama muslim yang berkonsekwensi pada minimnya rasa solidaritas menjadikan masyarakat muslim rentan terhadap perpecahan.

  1. Kiprah Politik

Terkenal sebagai orator ulung dan politikus sejati, Al-Afghani selalu mendasarkan kegiatan agama dan politiknya pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam Islam. Ia adalah seorang yang anti terhadap pemerintahan otoriter. Menurutnya, sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi umat muslim adalah pemerintahan konstisusional atau republik dan konsep kewarganegaraan aktif. Bukannya tanpa sebab, pemerintahan otoriter tidaklah jauh berbeda dengan tirani. Bentuk pemerintahan seperti ini menafikan keaktifan warga negara selain juga rentan terhadap monopoli asing yang langsung tertuju pada penguasa suatu negara. Hasilnya dapat dilihat, dengan mudahnya imperialisme Barat menguasai serta mengintervensi bentuk pemerintahan absolut yang banyak digunakan sebagai sistem pemerintahan di banyak negara Islam.  

Dalam perjuangan politiknya, Afghani kerap berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, ini dilakukannya sebab seringkali pada suatu negara ia mengalami pngusiran oleh penguasa setempat. Namun demikian talenta politik Afghani memang telah tampak sejak awal, bahkan ia lebih menonjol sebagai seorang aktivis gerakan politik ketimbang pemikir keagamaan. Pendapat tersebut dipaparkan Harun Nasution yang juga ia kutip dari berbagai pendapat semisal Stoddart maupun Goldzhier.Pandangan ini memang bukan sekadar komentar, tapi suatu pandangan yang memiliki dasar. Jika kita amati kronologi perjalanan hidup Afghani, maka kita akan mendapati agenda beliau dipenuhi dengan aktivitas politik. Talenta politik ini memang sujah tamapak sejak dini. Pada usia 22 tahun, ia membantu pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan, lalu pada usia kurang lebih 25 tahun ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun setelah itu Afghani diangkat sebagai perdana menteri oleh A’zam Khan.

            Perjalanan politiknya ke berbagai negara pun patut mendapat sorotan, semua ia lakukan untuk menggoyang posisi penguasa yang otoriter, penguasa yang keluar dari rel amanat, dan juga untuk melawan dominasi barat atas negeri-negeri muslim. Namun ia kerap kali terlibat pertentangan dengan para pemimpin, kendati pemimpin itulah yang telah mengundangnya masuk ke negaranya. Misalnya saja pada kasus Iran, ia diundang ke Iran untuk urusan Iran-Rusia, namun sikap otoriter syah membuatnya menentang syah dan berpendapat bahwa syah harus digulingkan. Namun pendiriannya ini membuatnya terusir dari Iran. Nasib yang lebih tragis diterimanya ketika ia Berada di turki, alih-alih menjadi penasihat sultan Hamid II, Afghani malah berakhir sebagai tahanan kota hingga akhir hayatnya.

PEMBAHASAN

  1. Riwayat Hidupnya
Jamaluddin al-Afghani, al-Sayid Muhammad bin Saftar adalah tokoh yang terkemuka, yang menjadi sentral umat Islam pada abad ke XIX. Keluarganya keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang selanjutnya silsilahnya bertemu dengan keturunan ahli sunnah yang termasyhur Ali at-Tirmidzi. Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asad Abad dekat dengan suatu distrik di Kabul Afghanistan pada tahun 1839 M. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi belajar bahasa Arab dan sejarah, serta mengkaji ilmu syari’at seperti tafsir, hadits, fiqih, usul fiqh dan lain-lain. Kemudian beliau meninggal dunia di Istambul tahun 1897.

Ketika berusia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal politik negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi, Afghanistan memihak pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Afghanistan meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India tahun 1869.

Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak, karena negara ini telah jatuh di bawah kekuasaan Inggris, oleh karena itu ia pindah ke Mesir pada tahun 1871. Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain:
1)      Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
2)      Umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
3)      Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).

Pan Islamisme ini bukan berarti leburnya kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan pandangan dan kembali pada ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah.

Untuk mencapai usaha pembaharuan di atas maka :
1)      Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketahayulan.
2)      Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat / derajat budi luhur.
3)      Rukun iman harus benar-benar menjadi pandangan hidup.
4)      Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberi pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.

  1. Beberapa Ajarannya
1. Bidang politik

Jamaluddin al-Afghani oleh penulis Barat dikatakan sebagai pelopor “Pan Islamisme” yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah untuk membebaskan mereka dari penjajahan Barat. Yakni sebagai jaminan keemasan Islam dahulu sebelum Islam menjadi lemah karena perpecahan yang tak putusnya dan tanah air Islam menjadi terjerumus kebodohan dan kelemahan, hingga jatuh menjadi mangsa kekuasaan Barat.

Muhammad Ibnu Abdul Wahab dalam perjuangannya menuju kepada perbaikan aqidah. Maka jalan yang ditempuh oleh Jamaluddin al-Afghani ialah :
a)      Perbaikan jiwa dan cara berpikir.
b)      Perbaikan pemerintah / negara, kemudian keduanya berhubungan mempunyai jalinan dengan ajaran agama.

Semua aspek gerakan Jamaluddin al-Afghani yang menjadi sasaran utama ialah membebaskan negara Islam dari penjajahan dan untuk menuju itu umat Islam harus membebaskan diri dari pola-pola pikiran yang beku. Untuk mencairkan ini menurut Jamaluddin al-Afghani, orang-orang Islam harus mempunyai kepandaian teknis dalam rangka kemajuan barat, wajib belajar secara rahasia kelemahan orang Eropa.

2. Bidang Agama

Jamaluddin al-Afghani walaupun menjadi seorang pemimpin politik, di mana dipandang dari sudut gerakannya menunjukkan kecondongan dibidang politik, namun tidak dapat dilupakan jasanya dalam meninggikan kedudukan agama, pembaharu akal umat Islam yang dipengaruhi tradisi dan khurafat yang membawa kejumudan umat Islam. Jamaluddin al-Afghani dalam usahanya menentang penjajahan Barat, maka jalan yang ditempuhnya untuk menghadapi penjajahan ini membangunkan kembali jiwa Islam, menghilangkan sifat kesukuan / golongan dan mengikis taqlid dan fanatisme serta melaksanakan ijtihad dalam memahami a-Qur’an, hidup layak dan penuh kebijaksanaan di kalangan umat Islam.

Oleh karena itu Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa kesejahteraan umat Islam tergantung pada:
a)      Akal manusia harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya dari kepercayaan tahayul.
b)      Orang harus merasa dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti yang utama.
c)      Orang harus menjadikan aqidah, sehingga prinsip yang pertama dan dasar keimanan harus diikuti dengan dalil dan tidaklah keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).

3. Ajarannya tentang Qada dan Qodar

Jamaluddin al-Afghani adalah seorang muslim sejati dan seorang rasionalis dan ia menuntut kepada semua aliran untuk menjadikan akal sebagai dasar utama untuk mencapai keagungan Islam, karena akal menempati kedudukan istimewa dalam dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang yang bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran Mu’tazilah yang mempunyai doktrin tentang pembahasan diri dari ajaran takdir yang orang barat disebut Fatalisme.

Mengenai hal ini menurut Jamaluddin al-Afghani, adapun yang dikatakan qada dan qodar yang dikatakan “predestination” dalam bahasa Inggris sebagai tujuan permulaan. Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah penyerahan diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid’ah) dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam untuk suatu tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam.

Jamaluddin al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa kepercayaan asasi. Tidak ada kepercayaan kepada takdir adalah kehilangan salah satu tonggak dari iman. Kepercayaan inilah yang menyebabkan umat Islam jaman dahulu, nabi-nabi dan sahabatnya dan salafus shalihin dapat merebut dunia dan mengaturnya. Menurut dia, timbulnya kerusakan di kalangan muslim antara lain: dari kepercayaan al-Jabr ini dan kesalahan dalam memahami qada dan qodar, sehingga memalingkan jiwa umat dari bersungguh-sungguh dalam usaha dan umat Islam di masa silam bersifat dinamis.

4. Penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme

Perjalanan hidup Jamaluddin al-Afghani sesuai dengan jalan fikirannya. Teori dan prakteknya selalu berjalin rapat dengan tindakannya. Kedudukan dan perilakunya ditandai oleh 3 macam keadaan :
a)      Kenikmatan jiwa / rohani.
b)      Perasaan agama yang mendalam.
c)      Moral yang tinggi, ke semua ini sangat berkesan dan mempengaruhi semua usahanya.

Gambaran ini jelas dapat dilihat dalam penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme. Jamaluddin al-Afghani memandang bahwa cara penjajahan Barat di negeri Islam membawa gambaran yang berbeda untuk menghancurkan kepribadian tiap-tiap orang Islam yang bersumber dari ajaran al-Qur’an. Ajaran ini mempunyai kekuatan untuk menjalin kekuatan kesatuan di kalangan kaum muslimin. Ia memperingatkan segala gambaran yang dilihatnya itu diantaranya : usaha untuk merusak aqidah orang Islam baik dengan cara memecah belahnya maupun dengan usaha memalingkannya dari ajaran agama, yang berusaha demikian di antaranya aliran naturalisme dan materialisme.

Naturalisme yaitu hal atau tinjauan berdasarkan alam. Sedangkan materialisme adalah orang yang hanya mementingkan kebendaan di atas segala-galanya. Jamaluddin sangat menentang aliran naturalis (ateis) yang tersebar luas di India, 1879. Tentang aliran ini Jamaluddin berkata “Aliran ini akan membelah kaum muslimin menjadi 2 kelompok; kelompok lama dan baru, kelompok yang tunduk kepada penjajah dan kelompok oposisi. Aliran ini juga akan memecah hubungan umat Islam India dari kekhalifahan Utsmani di sisi lain”.

Jamaluddin melihat berbagai bentuk yang dilakukan penjajahan Barat di negara Islam untuk merusak kepribadian Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan menyatukan umat Islam dalam satu ikatan. Sedangkan bentuk yang paling berbahaya ialah berusaha merusak akidah dari hatinya. Maka aliran naturalisme dan materialisme – yang di India dikenal sebutan kaum ateis – di anggap sebagai senjata melawan kekuatan umat Islam yang sumbernya agama. Menurut Jamaluddin, bahaya aliran ini, orang yang mempropagandakannya di India memakai “pakaian muslim” untuk melemahkan aqidah kaum muslim.

Ada tiga hal penolakan Jamaluddin terhadap kaum ateis yaitu: tentang pentingnya agama bagi masyarakat, bahaya aliran ateis dalam masyarakat, dan keunggulan agama Islam sebagai suatu agama dan akidah di atas agama-agama lain. Jamaluddin berpendapat, keyakinan agama sebagai suatu akidah menjamin 3 unsur penting bagi masyarakat : rasa malu, jujur dan setia. Ia menerangkan, ketiga unsur tersebut amatlah penting bagi masyarakat yang jujur, yang tidak dimiliki oleh ajaran ateisme. Ia berkata demikian: “Sesungguhnya keyakinan seorang ateis tidak dapat bersatu dengan keutamaan sifat jujur, setia, kepahlawanan dan kesatriaan. Itu disebabkan, manusia memiliki syahwat yang tidak terbatas, sedangkan alam (nature) tidak memberikan cara-cara terbentuk untuk mencapai syahwat itu”.

Sedangkan bahaya aliran materialisme dan naturalisme terhadap masyarakat diterangkan Jamaluddin dengan menyebutkan sejarah beberapa kelompok masyarakat yang telah dikuasai oleh aliran di atas, dahulu dan sekarang. Jamaluddin menerangkan aliran naturalis menampakkan diri dalam beberapa bentuk, seperti :
a)      Aliran Epikorus dalam masyarakat Greek (Yunani)
b)      Aliran Mozdak dalam masyarakat Persi
c)      Aliran kebatinan (mistik) dalam masyarakat Islam
d)     Aliran Voltaire dan Rousseau dalam masyarakat Prancis
e)      Aliran era modern di Turki
f)       Aliran Komunisme, nasionalisme dan sosialisme di Eropa dan Rusia
g)      Aliran Mourman di Amerika.

  1. Pengaruh Ajarannya
Ajaran Jamaluddin al-Afghani berpengaruh besar sekali terutama di Mesir, baik pada generasi muda (pelajar) dan sebagian ulama Azhar misalnya M. Abdul Karim Salman, Syeikh Ibrahim Allaqani, Syeikh Saad Zaqlul, pengaruh dari tokoh pembaharuan dalam Islam ini kita melihat dari Turki ketika Inggris menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin al-Afghani serta merta di usir. Kemudian melanjutkan ke Konstatinopel, dan ia mendapat perlindungan dari Abdul Hamid, lalu membentangkan politik Pan Islamisme.

  1. Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam
a)      Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam.
b)      Salah pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat umat Islam tidak berusaha merubah nasib mereka.
c)      Perpecahan yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya, mengabaikan masalah pertahanan militer, menyerahkan administrasi negara kepada orang-orang tidak kompeten dan intervensi asing (bersifat politis).
d)     Lemahnya rasa persaudaraan Islam

  1. Pembaharuan
a)      Melenyapkan pengertian salah yang dianut umat Islam pada umumnya dan kembali pada ajaran dasar Islam yang sebenarnya, hati disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan kesediaan berkorban untuk kepentingan umat.
b)      Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi.
c)      Persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat.


GERAKAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI

  1. Gerakan Pembaharuan Islam di abad Modern
Pada masa itu, bukanlah seorang hakim yang dibutuhkan, karena seorang hakim pada masa itu tidak bisa lepas dari pesanan dan intervensi pemerintah. Dan pada masa itu, bukan pula seorang faqih yang dibutuhkan untuk memperbarui hukum-hukum Islam klasik. Andaipun mereka hidup pada masa itu, maka keberadaan merekapun juga tidak mampu untuk mengubah keadaan yang ada. Sesungguhnya yang dibutuhkan pada masa itu adalah seorang revolusioner islamis seperti yang terdapat dalam jiwa Jamaluddin al-Afghani.

Afghani memang bukan seorang hakim, tapi dia punya syarat dan kapabilitas untuk menjadi seorang hakim dan diapun bukan seorang faqih yang menguasai dunia literatur fiqh, walaupun dia bukan pula orang yang buta dan taklid dalam berfiqih. Tetapi dia adalah seorang revolusioner islamis, seorang penggugah dalam tidur yang berkepanjangan, seorang pengilham bagi jiwa-jiwa pesimisme. Dengan jiwa revolusinya dan kepribadian Islam nya membuat dia mampu untuk menunutun bangsanya untuk bersama-sama menghadapi dua problematika dasar pada masa itu. Pertama, penjajahan dari luar dan kedua, adalah otoritarianisme pemerintahan dari dalam. Dan dengan tegas dia katakan bahwa dua hal ini bisa hilang bukanlah sebuah kemungkinan, namun sebuah keharusan yang bisa tercapai bila kaum dan bangsanya mempercayainya.

Dan dengung pembaharuannya pun bisa mempengaruhi semua kalangan hingga pada kalangan yang berpautan jauh dari zaman nya seperti Ahmad Luthfi Sayyid maupun Qasim Amin. Adapun Mesir sebagai negara satu-satunya yang lama dia berdomisili berhasil melahirkan adanya kebangkitan pemikiran, kebangkitan jurnalistik dan kebangkitan politik di negeri tersebut. Dan dialah orang pertama kali yang mengatakan bahwa “Misr lilmasriyyin” dan perintis pertama “Hizb Wathan” hingga dengan gerakan pembaharuannya berhasil melahirkan tuntutan adanya undang-undang negara dan pembentukan majelis perwakilan. Dan ini semua telah tercapai dengan hasil yang tidak sedikit, bahkan jika saja intervensi Inggris yang dimotori oleh Khadevi tidak turut serta, maka gerakan ini pun bisa mencapai pada kemerdekaan Mesir pada saat itu.

Dan suatu kelebihan dari diri Afghani ialah kemampuanya untuk menghentak kesadaran Bangsa Mesir saat itu untuk secara kesuluruhan sadar kembali dalam menghadapi cengkraman penjajahan Eropa dalam kepemimpinan Ratu Victoria. Adapun perjuangan Afghani dibagi dalam dua tahap, merombak sistem yang ada saat itu dan membangun kembali sistem yang baru. Dalam tahap pertama di lakukan dengan cara melawan penjajahan dari luar dan mengecam diktatorisme pemerintahan dari dalam. Adapun tahap kedua, dia sadar bahwa ini memerlukan waktu yang lama, adapun pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh para pembaharu-pembaharu selanjutnya yang hidup pada masa sesudah meninggalnya Jamaluddin al-Afghani. Sepeninggal Afghani muncul beberapa upaya untuk meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani bagi umat Islam saat itu, namun semua itu mengalami kegagalan dan jauh yang diharapkan.

  1. Gerakan Pan Islamisme
Dari sudut pandang ide secara umum gerakan pembaharuan di Indonesia dipengaruhi secara kuat oleh pemikiran dan usaha tokoh-tokoh pembaharu Timur Tengah pada akhir abad ke-19, khususnya Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Sheikh Muhammad Abduh.Kedua tokoh tersebut menyentakkan umat Islam bahwa kemunduran Islam, karena umatnya telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Pemikiran dan usaha mereka bertumpu pada keyakinan bahwa Islam adalah agama yang sangat mendorong penggunaan akal sehingga keharusan ijtihad tidak pernah tertutup. Meskipun sikap politik mereka secara tegas menunjukkan anti Barat karena praktek penjajahan terhadap negara-negara Islam,Jamaluddin dan Mohammad Abduh memberi dukungan kepada umat Islam untuk mempelajari pengetahuan yang lebih luas sebagaimana telah dilakukan lebih dulu oleh sebagian besar negara Barat. Dalam kaitan itulah, mereka menyerukan penataan sistem kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan pendidikan.

Gerakan Jamaluddin Al-Afghani dengan Pan Islamismenya mempunyai dua tujuan utama,yaitu membangun dunia Islam di bawah satu pemerintahan dan mengusir penjajahan dunia Barat atas dunia Islam (Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam). Al-Afghani melihat di antara sebab kemunduran Islam adalah lemahnya persaudaraan antara sesama umat Islam. Karena itu harus dibangun solidaritas umat Islam sedunia (Pan Islamisme) sehingga umat Islam berada dalam pemerintahan yang demokratis. Dengan cara demikian umat Islam akan memperoleh kemerdekaannya kembali dari penjajah Barat.Tentang dunia Nasrani, Al-Afghani berpendapat sekalipun mereka berlainan keturunan dan kebangsaan, namun mereka bersatu dalam menghadapi dunia Islam. Mereka sengaja meng halang-halangi kebangkitan umat Islam. Apa yang dika takan nasionalisme dan patriotisme serta cinta tanah air bagi Barat, untuk dunia Islam mereka katakan sebagai fanatisme, ekstremisme dan chauvinisme.Oleh sebab itu, seru Al-Afghani, Tidak ada jalan lain bagi umat Islam, kecuali bersatu melawan penjajah Barat tersebut.


Di Indonesia, hampir berbarengan dengan Gerakan Pan Islam berdiri perkumpulan Jamiatul Kheir di Pekojan, Batavia, pada 1901 sebagai organiasi sosial yang membawa semangat tolong menolong. Jamiatul Kheir dibentuk dengan tujuan utama mendirikan satu model sekolah modern yang terbuka luas untuk umat Islam.
Perkumpulan ini lebih menitikberatkan pada semangat pembaruan melalui lembaga pendidikan modern. Pramudya Ananta Toer dalam bukunya, Rumah Kaca, menyebut Jamiatul Kheir yang didirikan sejak 1901 merupakan organisasi politik yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang telah menginspirasi lahirnya Boedi Oetomo.Jamiat Kheir membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tapi sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung,sejarah, ilmu bumi dan bahasa pengantar Melayu. Bahasa Inggris merupakan pelajaran wajib, pengganti bahasa Belanda.Sedangkan pelajaran bahsa Arab sangat ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam.

Keberadaan Jamiatul Kheir yang kemudian disusul dengan Al-Irsyad, setidak-tidaknya sebagai penggerak dunia Islam baru yang pertama kali di Indonesia. Deliar Noer menulis pentingnya Jamiat Kheir terletak pada kenyataan bahwa ialah yang memulai organiasi dalam bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota tercatat,rapat-rapat berkala), dan yang mendirikan sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah modern (kurikulum,kelas-kelas, dan pemakaian bangku-bangku,papan tulis dan sebagainya).Menurut H.Agus Salim banyak anggota Budi Utomo dan Sarikat Islam sebelumnya adalah anggota Jamiatul Khair.Dalam kaitan dengan gerakan kemerdekaan,pada 4 Oktober 1934, pemuda keturunan Arab se Nusantara berkongres di Semarang, dipelopori oleh AR Baswedan, mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab: Indonesia adalah tanah airnya, bersumpah untuk turun kelas dari bangsa Timur asing menjadi pribumi.
Kongres itu juga membentuk Persatuan Arab Indonesia (PAI), yang bertujuan meraih kemerdekaan Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, PAI membubarkan diri karena tujuannya telah tercapai. Seperti anak-anak bangsa lainnya mereka lalu menyebar dan aktif dalam berbagai bidang di masyarakat.

  1. Tarbiyah Pemikiran Syaikh Jamaluddin Al-Afghani

Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern.

Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama, yakni; Pertama, keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin. Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu untuk kejayaan kembali dunia Islam. Adapun alairan-aliran salafiyah sebelum Afghani hanya terdiri dari unsur pertama saja.

Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.

Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melaui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik an sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan an dominasi Barat.

Tujuan utama gerakan Afghani ialah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini adalah karena mereka berpecah-belah. Afghani adalah pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus dijadikan patokan berpikir kaum muslim, yaiut untuk membebaskan kaum muslim dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.

Beberapa buku yang ditulis oleh Afghani antara lain ; Tatimmat al-bayan (Cairo, 1879). Buku sejarah politik, sosial dan budaya Afghanistan. Hakikati Madhhabi Naychari wa Bayani Hali Naychariyan. Pertama kali diterbitkan di Haydarabad-Deccan, 1298 H/1881 M, ini adalah karya intelektual Afghani paling utama yang diterbitkan selama hidupnya. Merupakan suatu kritik pedas dan penolakan total terhadap materialisme. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad Abduh dengan judul Al-Radd 'ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme). Al-Ta'Liqat 'ala sharh al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968). Berupa catatan Afghani atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang terkenal dari] Adud al-Din al-'Iji yang berjudul al-‘aqa’id al-‘adudiyyah. Berikutnya Risalat al-waridat fi sirr al-tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan yang didiktekan oleh Afghani kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia di Mesir. Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang penting tentang gagasan dan hidup Afghani.

Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan oleh murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya, pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh banyak terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi. Pengaruh tersebut terlihat dalam tokoh dan gerakan-gerakan Islam modern masa kini seperti Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh Natsir dengan Masyuminya.












BAB IV
PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI

  1. Ide dan Pemikiran Pembaharuan Islam di Abad Modern

Pemikiran Pembaharuan Al-Afghani ini didasari atas keyakinan bahwa islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, jaman dan keadaan. Dalam pandangannya islam tidak pernah menganjurkan apalagi memerintahkan untuk statis dan mundur. Sebaiknya, islam terus mendorong untuk selalu maju.

Al-Afghani melihat kemunduran umat islam pada masa itu disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
  1. Umat islam dipengaruhi sifat statis, meninggalkan akhlak tinggi dan melupakan ilmu pengetahuan.
  2. Adanya paham jabariyah, yaitu tentang qada dan qadar, sehingga mereka tidak mau berusaha.
  3. Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman.
  4. Persaudaraan umat islam sangat lemah.
  5. Perpecahan dikalangan umat islam.

Buku yang diajarkan dan di diskusikan:
  1. Al-Zaura’ dalam bidang tasawuf.
  2. Syah Al-Quthb Al-Syamsiyah dalam bidang logika.
  3. Al-Hidayah, Al-Isyarah, Al-hikmah Al-Isyraq dalam bidang filsafat.
  4. Tadzirah dalam bidang astronomi.

  1. Pemikiran Politik Islam Jamaluddin Al-Afghani

Afghani dibesarkan dibesarkan di Afgahanistan. Pada usia 18 tahun di Kabul, Afghani tidak hanya menguasai segala cabang ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami falsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi. Kemudian pergi ke India dan tinggal disana selama satu tahun sebelum menunaikan ibadah haji pada tahun 1857. pada waktu itu di India terjadi pengotakan dramatis antara pembaharu Muslim yang pro-Inggris dan Muslim yang anti-Inggris. Afghani bersekutu dengan kelompok Muslim tradisionalis untuk menghadapi kelompok Muslim pro-Inggris. Ia menyadari bahwa kebangkitan dan solidaritas Islam bisa menjadi senjata untuk melawan Pemerintahan Inggris di bumi Muslim. Ia mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris. Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India untuk melawan penjajah.

Sekembalinya ia di Afghanistan ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost Muhamma Khan. Ketia Amir meninggal dan digantikan oleh Amir Syir Ali, Afghani diangkat menjadi Menteri. Namun ketika Syir Ali dijatuhkan maka dengan dalih akan menunaikan ibadah haji lagi pada tahun 1869, Afghani meninggalkan Afghanistan. Dari snilah awal keterlibatan langsung Afghani dalam gerakan internasional anti kolonialisme/imperialisme Barat dan despotisme Timur.

Pada tahun 1871 Afghani tiba di Istambul. Oleh karena masyarakat Istambul sudah terlebih dahulu mendengar tentang kealiman dan perjuangannya, maka tokoh-tokoh masyarakat di ibukota kerajaan Usthmaniyah itu menyambutkanya dengan gembira. Belum lama tinggal di Istambul ia diangkat menjadi anggota Majelis Pendidikan, dan mulai diundang berceramah di Aya Sofia serta Masjid Ahmadiyah. Popularitas Afghani ini mengundang kecemburuan Hasan Fahmi, Syaikh al-Islam, dan mufti itu berhasil memfitnah Afghani dengan materi ceramahnya di muka sejumlah mahasiswa dan cendekiawan di Dar al-Funun. Karena fitnah ini Afghani memutuskan untuk pindah ke Kairo.

Di Kairo ia disambut gembira, baik oleh penguasa maupun oleh ilmuan. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, dan tidak inginnya Inggris melihat Islam bersatu dan kuat, Afghani akhirnya kembali lagi ke politik. Sebagai langkah taktis atau intrik politik, Afghani bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi yang disokong oleh kelompok anti zionis. Dari sini, tahun 1897 terbentuk partai politik bernama Hizb al-Wathani (Partai Kebangsaan). Slogan partai ini: “Mesir untuk Bangsa Mesir”. Partai ini antara lain menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaanpers, memperjuangkan unsur-unsur Mesir masuk dalam angkatan bersenjata.

Dengan berdirinya partai ini Afghani merasa mendapat sokongan untuk berusahan menggulingkan raja Mesir yang berkuasa waktu itu, yakni Khadewi Ismail yang pemboros, untuk digantikan dengan putera mahkota Taufiq. Taufiq berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan sebagaimana yang dituntut Hizb al-Wathani. Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan Inggris dalam negeri Mesir, maka Taufiq atas tekanan Inggris justru mengusir Afghani keluar dari Mesir pata tahun 1879.

Dari mesir Afghani dibawa ke India, ditahan di Haiderabad dan Kalkuta, dan baru dibebaskan setelah pemberontakan Urabi Pasha di Mesir tahun 1882 berhasil ditumpas. Pada tahun 1883, Afghani berada di London kemudian pindah ke Paris dan menerbitkan majalah berkala dalam bahasa Arab Al-Urwah al-Wutqa bersama muridnya Muhammad Abduh yang juga diusir dari Mesir karena dituduh terlibat dalam pemberontakan Urabi Pasha yang gagal itu. Afghani mengembangkan polemik anti Inggrisnya. Ia mulai mengemukakan argumen yang memperkuat pandangannya bahwa persatuan antar negara Islam dapat membendung serbuan pihak asing. Karena peredarannya dihalangi oleh penguasa kolonial, majalah berkala ini hanya berumur 8 bulan setelah terbit sebanyak 18 nomor. Nomor pertama terbit 13 Maret 1884 dan yang terakhir 17 Oktober tahun yang sama.

Pada tahun 1886, Afghani pergi ke Teheran. Dari sana ia pergi ke Rusia, kemudian ke Eropa. Tahun 1889 kembali ke Teheran. Tetapi kemudian Perdana Menteri Mirza Ali Asghar Khan, yang menganggap kehadiran Afghani sebagai ancaman bagi kedudukannya, berhasil menghasut Syah Nasirudin supaya tidak percaya lagi kepada Afghani. Pada awal tahun 1891, Afghani ditangkap dan dibawa ke Khariqin, suatu kota kecil dekat tapal batas Persia-Turki. Dari sana ia pergi ke London. Kemudian atas undangan Sultan Abdul Hamid ia datang dan menetap di Istambul, Turki. Afghani wafat pada bulan Maret 1879, karena kanker yang berawal dari dagunya.

  1. Pemikiran Afghani: Revivalis dan Modernis

Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern.

Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam. Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh.

 Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama, yakni; Pertama, keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin. Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu untuk kejayaan kembali dunia Islam.

Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan. Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melaui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik an sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan an dominasi Barat.

Menurut Afghani, cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat, kalau perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan an kemerdekaan merupakan dua hal tersebut.

Waktu tinggal di Mesir, sejak awal Afghani menganjurkan pembentukan “pemerintaha rakyat” melalui partisipasi rakyat Mesir dalam pemerintahan konstitusional yang sejati. Ketika penguasa Mesir, Khedewi Taufiq bermaksud menarik kembali janjinya untuk membentuk dewan perwakilan rakyat berdasarkan alasan bahwa rakyat masih bodoh dan buta politik, Afghani menulis surat kepada Khedewi yang isinya menyatakan bahwa memang benar di antara rakyat Mesir, seperti halnya rakyat dinegeri-negeri lain, banyak yang masih bodoh, teapi itu tidak berarti bahwa di antara mereka tidak terdapat orang-orang pandai dan berotak.

Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang penting tentang gagasan dan hidup Afghani. Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan oleh murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya, pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh banyak terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi modern masa kini seperti Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh Natsir dengan Masyuminya. Wallahu’alam


  1. Inspirator dan Motivator Gerakan Reformasi Islam

Jika kita berbicara tentang lahirnya gerakan-gerakan modern dalam Islam, sudah pasti nama Jamaluddin al-Afghani harus ditempatkan pada posisi yang strategis dalam gerakan-gerakan itu. Karena Al-Afghani merupakan tokoh yang penting, bahkan yang paling penting, yang mencetuskan ide dan gerakan modern dalam Islam. Dialah figur aktivis-revivalis Muslim yang memainkan peranan sangat penting dan strategis dalam panggung percaturan sejarah Islam pada abad kesembilan belas. Tampilnya Al-Aghani dengan sosok personalitas, aktivitas gerakan dan intensitas perjuangannya yang penuh dengan dinamika memberikan inspirasi dan motivasi munculnya gerakan reformasi Islam dan perlawanan-perlawanan umat Islam terhadap imperialisme Barat pada abad kesembilan belas.

Jamaluddin al-Afghani, menurut pengakuannya sendiri, lahir di Asadabad dekat Konar di distrik Kabul (Afghanistan) pada tahun 1839. Ayahnya bernama Sayyid Safdar. Keluarga Al-Afghani masih keturunan Husein bin Ali melalui ahli hadits terkenal Ali al-Tirmidzi. Karena garis keturunan ini, ia pun menggunakan gelar sayyid dan menamakan dirinya Sayyid Jamaluddin al-Huseini. akan tetapi di kesultanan Turki, Mesir, dan Eropa, ia dikenal secara luas dengan nama jamaluddin al-Afghani. sementara itu, buku-buku hasil tulisan Syi'ah mengatakan bahwa tempat kelahiran al-Afghani adalah di asadabad dekat Hamadan di Persia. Versi ini hendak mengklaim bahwa al-Afghani hanya berpura-pura mengaku berkebangsaan Afghanistan sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari pengejaran penguasa-penguasa Persia yang despotik.

Al-Afghani menghabiskan masa kanak-kanaknya di Afghanistan. Ia memasuki suatu universitas di Kabul, mempelajari filsafat dan ilmu pasti yang diajarkan dengan menggunakan metode abad Pertengahan pada waktu itu. Kemudian, ia melanjutkan studinya di India selama lebih dari satu tahun di mana ia menerima pendidikan yang lebih modern dan berkesempatan untuk pertama kalinya mendalami sains dan matematika Eropa modern. PAda tahun 1875 ia menunaikan ibadah haji Ke Mekkah. Dari masa mudanya ia telah mempunyai cita-cita yang kuat untuk mengabdikan dan mewakafkan dirinya bagi kepentingan Islam dan umatnya yang pada masa-masa itu terkapar di bawah dominasi kekuasaan dan penjajahan Barat.

Secara geografi, karier al-Afghani melintasi Iran, India, Mesir, Turki, dan Eropa Barat. Melalui pidato dan tulisan-tulisannya al-Afghani menyerukan perlunya kebangkitan kembali umat Islam baik dalam pemikiran, karya dan tindakan. Himbauan, pesan dan seruannya berkumandang secara luas dan memikat para pendengar dan pengikutnya. Pesan dan seruannnya memiliki dampak dan pengaruh yang kuat atas jalannya percaturan peristiwa di dunia Arab, Persia, Turki, India, dan kawasan Timur Tengah pada umumnya.

BAB V
KESIMPULAN

Sepanjang hidupnya Jamaluddin al-Afghani telah diabadikan mengembangkan cita-cita dan perjuangannya serta ajarannya bagi kepentingan umat Islam, khususnya dan negeri-negeri yang sedang terjajah pada umumnya.

Program politik adalah menggerakkan Pan Islamisme yaitu dengan tujuan tercapainya kesejahteraan umat Islam di bawah pimpinan seorang khalifah.

































“GAMBAR TEMPAT BERSEJARAH”

  






















PENUTUP

        Demikianlah Makalah yang penulis buat, pada saat melakukan pencarian dalam buku dengan pembahasan mengenai “Gerakan Jamaluddin Al-Afghani”.
            Sekali lagi penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu penulis dalam pembuatan laporan ini sehingga terwujud sebagai makalah.
            Penulis minta ma’af sebesar-besarnya apabila ada kesalahan-kesalahan, dan penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
            Semoga makalah ini diterima oleh pembimbing guna memenuhi tugas sejarah kebudayaan Islam.
  


























Tim Penulis





iii
DAFTAR PUSTAKA

Murodi, Dr.MA. 2004. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Black, Antony. 2006. Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Serambi.
Nasution, Prof. Dr. Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Azzam, Dr. S. Tamini.1982. Democracy in Islami Political Thought. Cairo.
Husayn Ahmad Amin. 2000. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawir Sajdzali. 1993. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press.
RA Gunadi & M Shoelhi (Penyunting), 2002. Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol. Jakarta: Penerbit Republika.
Alex MA. Kamus Ilmiah Populer Internasiona. Disertai Data-data dan Singkatan. Surabaya: PT. Alfa.
Harun Nasution. 1996. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, cet.12.
_____________. 2001. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, cet.13.
Muhammad al-Bahiy. 1986. Pemikiran Islam Moder. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.
M. Yusran Asmuni, 2001. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, edisi I, cet.3.
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin. 1988. Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah). Surabaya: PT. Sinar Wijaya.
http://www.cis-ca.org/voices/a/afghni.htm http://www.iol.ie/~afifi/Articles/democracy.htm
//www.replubika.co.id/berita/7288/Gerakan_pan_Islamisme/
//www.facebook.com/topic/
Republika.co.id/kotasantri.com
Wikipedia.co.id