Minggu, 10 Maret 2013

AKU INGIN SEKOLAH LEBIH TINGGI



KATA PENGANTAR

Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis yang berjudulkan “Aku Ingin Sekolah Lebih Tinggi”.

Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mendapatkan ”BEASISWA CULRUYT.” Penulis berharap, program ini bisa menghantarkan penulis untuk mencapai keinginan dan cita-cita untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi, ditengah keterbatasan ekonomi keluarga.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu, saran dan kritik sangat penulis harapkan. Semoga karya tulis ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan mungkin dengan pembuatan karya tulis ini dapat mewujudkan impian dan cita-cita penulis untuk tetap belajar kejenjang yang lebih tinggi.


Semarang, 15 Mei 2010


Nur Syifafatul Aimmah







AKU INGIN SEKOLAH LEBIH TINGGI

I.    PENDAHULUAN

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang diciptakan dengan kelengkapan akal, hati, kemauan serta amanah. Dengan segenap potensi yang dimiliki, dan ditunjang kemampuan jasmaniahnya, membuat manusia akan mampu melaksanakan amanah Tuhan dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa mencapai derajat manusia yang sempurna, yakni manusia yang bisa beriman, berilmu dan beramal.
Salah satu upaya dalam rangka memberdayakan manusia adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, berbagai kelengkapan yang diberikan kepada manusia seperti akal, hati, kemauan serta amanah bisa dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan pada dasarnya, Pendidikan merupakan proses yang berjalan secara terus menerus sebagai sarana untuk mengembangkan segerap potensi yang dimiliki manusia.
Undang-undang RI. No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”[1]. Dengan pendidikan manusia akan menjadi makhluk yang berilmu pengetahuan, terampil, berkepribadian dan berakhlaq luhur, sehingga akhirnya mampu berperan sebagai khalifah Allah SWT di bumi.
Selain itu, manusia lahir di dunia juga membawa sejumlah potensi atau kemampuan. Agar potensi manusia dapat berkembang, maka perlu adanya pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut, dalam arti berusaha untuk menampakkan (mengaktualisasikannya). Drs. Djasadi dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” menyebutkan bahwa, “bimbingan adalah usaha memberikan tuntunan atau pertolongan kepada anak secara sadar yang diberikan oleh orang dewasa dengan penuh tanggung jawab”[2].
Dari sedikit abstraksi diatas, bisa diketahui bahwa pendidikan sangat penting dalam upaya pengembangan kemampuan manusia. Makanya, tidak heran jika Rosulullah memerintahkan ummatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat. Bahkan jika memungkinkan, manusia juga diperintahkan menuntut ilmu sampai ke negeri cina, atau sampai ketempat yang jauh. Artinya, pendidikan tinggi sangat penting bagi pengembangan kualitas manusia.
Hanya saja, mengikuti pendidikan hingga jenjang yang paling tinggi bagi sebagian orang bukanlah sesuatu yang mudah. Menuntut ilmu untuk mewujudkan cita-cita tidaklah semudah melewati jalan tol yang lurus tanpa hambatan. Modal minat dan semangat saja tidak cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Perlu biaya besar untuk meraih cita-cita itu. Sehingga, tidak jarang banyak siswa yang punya keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan serta kemampuan yang cukup bagus, hanya bisa menggantungkan cita-citanya di angkasa, tanpa bisa meraihnya. Kekhawatiran itu juga yang sampai saat ini menghinggapi hati penulis.

II.    Menggapai Cita-Cita
A.    Biografi
                      Penulis dilahirkan di Kendal, 24 Februari 1992 dan sejak kecil diberi nama Nur Syifafatul Aimmah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Muh Rosail dan Baroh Masrohah dan sampai saat ini tinggal di Jl.Kyai Gilang Rt:01/ Rw : 05 Mangkangkulon, Tugu Semarang. Mangkang Kulon merupakan kelurahan paling barat di Kecamatan Tugu, Kota Semarang[3]. Kelurahan ini berbatasan langsung dengan wilayah kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal
                            Daerah Mangkang Kulon sebenarnya bisa disebut sebagai kawasan pendidikan Islam. Di tempat ini, ada sejumlah lembaga pendidikan pesantren yang berdiri, mulai dari Ponpes Al Islah yang cukup besar hingga sejumlah pesantren kecil seperti Al Itqon, Futuhiyyah dan sebagainya. Lembaga pendidikan Islam juga cukup banyak, mulai dari MI hingga Aliyah semua ada.
                            Hal ini pula yang nampaknya mempengaruhi pendidikan penulis. Sejak kecil hingga jenjang SMA, penulis mengikuti pendidikan berbasis agama, yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Diawali dengan TK. Tarbiyatul Athfal pada tahun 1996-1998, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ianatusshibyan pada tahun Tahun 1998 - 2004 dan MTs NU Nurul Huda Tahun 2004-2007. Terakhir, penulis dinyatakan lulusan dari MA NU Nurul Huda yang jaraknya hanya sekitar 150 meter dari rumah.
                Penulis berasal dari keluarga sederhana. Bapak penulis, Muhammad Rosail, bekerja serabutan. Hampir setiap pagi, ayah pergi ke sawah untuk menggarap lahan yang tidak sebegitu luas. Tidak jarang, bapak juga nyambi kerja bangunan atau pekerjaan lain yang bisa dilakukan, yang penting halal. Semasa muda, bapak menghabiskan waktunya untuk mendalami pendidikan agama di pesantren. Untuk mengamalkan ilmunya, bapak setiap sore mengajar di madrasah diniyah, dan setiap malam mengajar ngaji anak-anak kecil.
Sementara Ibu, Baroh Masrohah, saat ini lebih banyak berprofesi sebagai Ibu rumah tangga. Hanya saja terkadang, untuk membantu menambah penghasilan Bapak, ibu bekerja di sebuah perusahaan di Kawasan Krapyak, Semarang. Terkadang saya kasihan, karena ibu harus pulang larut malam atau bahkan sampai pagi, jika sedang dapat shif pagi. 
Walaupun penuh dengan keterbatasan dan kesederhaaan, penulis tetap bahagia dan bangga kepada kedua orang tua. Bagi mereka, melihat anak-anaknya dapat tumbuh berkembang sebagai anak-anak yang cerdas  dan dapat mengenyam pendidikan sudah cukup membanggakan orang tua.
 Kesempatan untuk bersekolah sampai ketingkat SMA/MA, penulis anggap sebagai karunia besar untuk tetap belajar. Walaupun saat ini ada keinginan kuat untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Sebagai anak terbesar, penulis juga tidak bisa begitu diam berpangkutangan melihat kesusahan orang tua. Dengan kemampuan yang penulis miliki, walaupun kecil berusaha untuk meringankan beban orang tua. Setiap pulang sekolah penulis bekerja menjaga warnet milik Bulek, yang lokasinya berdekatan dengan rumah. Walaupun hasilnya tidak seberapa, namun sedikit banyak bisa membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Yang penting, penulis bisa membantu orang tua tanpa harus meninggalkan kewajiban untuk belajar.

  1. Ingin Sekolah Lebih Tinggi

Rasa bahagia membuncah dihati saat penulis menerima surat pengumuman Hasil Nasional (UN) beberapa waktu lalu. Walaupun hanya dengan nilai yang terbilang pas-pasan, dengan rata-rata 6,68 penulis cukup gembira dengan hasil yang sudah didapatkan, ditengah tingginya angka ketidaklulusan UN teman-teman diberbagai daerah di Indonesia. Mungkin itu adalah hasil terbaik yang bisa penulis raih saat ini.
Saat itu, muncul harapan dan keinginan besar untuk bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Mungkin penulis bukan anak yang jenius, namun penulis merupakan anak yang selalu optimis dan bekerja keras untuk mencapai cita-cita, menjadi seorang guru. Sejak awal, sesuai dengan jalur pendidikan sejak kecil yang selalu bergelut dalam pendidikan keislaman, penulis bercita-cita ingin kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang. 
Keinginan untuk kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo itu sudah muncul sejak penulis duduk bangku Madrasah Tsanawiyah. Keinginan itulah yang selama ini memacu semangat terus untuk belajar dan belajar. Sebab penulis sadar, pendidikan sangat penting untuk bisa meraih cita-cita. Jika hanya dengan pendidikan yang sangat terbatas, tentu peluang kedepan untuk memberikan kemajuan juga sangat terbatas. Itulah yang membuat tekad penulis untuk terus belajar dan belajar sampai tingkat paling tinggi terus muncul.
Namun dibalik rasa bahagia itu, rasa khawatir dan cemas mulai muncul dihati. Kondisi keluarga yang sangat pas-pasan membuat penulis harus sedikit demi sedikit berusaha memendam keinginan untuk belajar lebih tinggi. Penulis tidak ingin memberatkan orang tua. Sebab dengan kondisi ekonomi yang masih sangat pas-pasan, orang tua harus menyekolahkan dua orang adik di jenjang. Tentu kurang bijaksana jika sebagai kakak tertua, penulis ngotot menuntut untuk bisa dikuliahkan.
Sebenarnya, penulis termasuk orang yang patut bersyukur. Walaupun dengan segala keterbatasan, orang tua selalu memberikan dorongan untuk belajar sebaik-baiknya, mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya supaya kedepan bisa menjadi orang sukses. Bahkan dengan segala keterbatasan yang dirasakan keluarga, orang tua sudah mengijinkan untuk mendaftar di perguruan tinggi yang penulis kehendaki.
”Kami ingin anak-anak bisa lebih baik. Karena kami dulu tidak bisa belajar sampai perguruan tinggi, kami ingin anak-anak yang bisa lebih mendapatkan pendidikan lebih baik tinggi.” Begitu selalu pesan yang disampaikan kedua orang tua penulis. Maklum saja, Ibu dulu hanya bersekolah sampai Sekolah Pendidikan Guru (SPG-setingkat SLTA). Walapun dulu sempat mengajar beberapa tahun di Kendal, namun setelah menikah dan pindah ke Semarang, Ibu menghentikan aktifitasnya mengajar dan lebih mementingkan untuk menjaga keluarga. Sementara ayah semasa muda lebih mendalami pendidikan keagamaan non formal di jalur pesantren.
Ya, nampaknya penulis harus selalu bersyukur dan berterima kasih dengan sikap kedua orang tua yang selalu mendukung penulis untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun sekali lagi, rasa tak tega dan bayangan bahwa mereka harus berjuang keras banting tulang untuk membiayai kuliah penulis, selalu membuat penulis ciut nyali.
Setelah melalui proses pemikiran yang cukup panjang, dengan dorongan dari orang tua, embah (nenek), serta para kerabat, akhirnya Penulis bertekad untuk tetap melanjutkan pendidikan sampai ke bangku kuliah. Bagaimanapun caranya, penulis ingin tetap melanjutkan pendidikan, Titik. Bahkan kalau memungkinkan, ada impian untuk tidak hanya sampai ke jenjang S1, namun juga jenjang S2 kalau perlu menjadi doktor.
Penulis sadar, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat utama dan terutama di era sekarang. Sejauh kita memandang, maka harus sejauh itulah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecekatan seseorang berpikir tentang dirinya dan lingkungannya.
Selain untuk merubah diri menjadi lebih baik, penulis berharap pada masa yang akan datang bisa membantu keluarga menjadi lebih baik. Dengan pendidikan dan pengalaman yang pas-pasan, tentu kehidupan yang akan didapatkan kemungkinan juga pas-pasan, apalagi ditengah persaingan yang cukup ketat. Dengan bekal ilmu dibangku kuliah nanti, penulis berharap kedepan bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik, sehingga dalam skala kecil bisa membantu orang tua supaya kedepan adik-adik penulis juga bisa mengenyam pendidikan tinggi. Penulis juga berharap, ilmu yang didapatkan dibangku kuliah kelak bisa bermanfaat bagi masyarakat, dan dalam skala yang lebih besar bagi negara.
Untuk memperoleh semua itu, penulis sudah bertekad untuk mengerahkan kemampuan yang dimiliki. Guna meringankan beban orang tua dalam membiayai pendidikan ini, kuliah sambil kerjapun kemungkinan akan penulis jalani. Asalkan cita-cita penulis untuk bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi bisa tercapai. Supaya kedepan, cita-cita yang selama ini hanya terpendam bisa penulis raih.

       III.    HARAPAN-HARAPAN

Munculnya pengumuman mengenai adanya Program “Beasiswa Culruyt” di sekolah, membuat harapan penulis untuk bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi semakin berkobar. Walaupun tidak sepenuhnya yakin akan bisa diterima, tentu tidak ada salahnya mencoba. Bisa jadi, ini adalah jalan yang diberikan Tuhan untuk terus mengejar cita-cita dan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Sebab penulis optimis, Tuhan tidak akan mengecewakan hambanya yang sungguh-sungguh.
Penulis sadar, pasti banyak peserta yang mengikuti seleksi beasiswa ini tingkat kemampuannya intelektualnya lebih baik dari penulis, memiliki nilai hasil ujian lebih baik dan ditopang oleh fasilitas yang lebih baik pula dari orang tuanya. Namun penulis berusaha untuk tetap selalu yakin dan berusaha mengoptimiskan diri, untuk meraih cita-cita. Sebab bagi penulis, optimis merupakan setengah dari keberhasilan. ”Bismillah, Insyaallah berhasil.”
      IV.    PENUTUP

Dengan rendah hati, penulis harus akui bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan sebagai sebuah karya ilmiah. Bahkan mungkin lebih tepat, jika tulisan ini disebut sebagai curahan hati (curhat) dan ngudoroso penulis dari lubuk hati yang paling dalam. Namun sekali lagi, tulisan ini penulis sampaikan dengan jujur, bukan sekedar untuk mendapatkan beasiswa “Beasiswa Culruyt”, namun dalam upaya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi yang menurut penulis sangat penting.
Keinginan yang kuat untuk menempuh pendidikan lebih tinggi membuat penulis selalu memupuk semangat dan optimisme, bisa meraih program “Beasiswa Culruyt” ini. Penulis sadar, cita-cita harus dikejar dan diusahakan sebaik mungkin. Selain untuk menambah ilmu, pengetahuan,  juga untuk membahagiakan dan membanggakan orang-orang yang penulis selalu sayangi.














[1] Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, cv Aneka Ilmu, Semarang, 1992, hlm 2.

[2] Drs. Djasadi, Ilmu Pendidikan Islam, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, 1995, hlm 6
[3] http://id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar