KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena penulis
menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayatnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan karya tulis yang berjudulkan “Aku Ingin Sekolah Lebih Tinggi”.
Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mendapatkan
”BEASISWA CULRUYT.” Penulis berharap, program ini bisa menghantarkan penulis
untuk mencapai keinginan dan cita-cita untuk mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi lagi, ditengah keterbatasan ekonomi keluarga.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu, saran dan kritik sangat penulis
harapkan. Semoga karya tulis ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan mungkin
dengan pembuatan karya tulis ini dapat mewujudkan impian dan cita-cita penulis
untuk tetap belajar kejenjang yang lebih tinggi.
Semarang, 15 Mei 2010
Nur Syifafatul Aimmah
AKU INGIN SEKOLAH LEBIH TINGGI
I.
PENDAHULUAN
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang diciptakan dengan kelengkapan
akal, hati, kemauan serta amanah. Dengan segenap potensi yang dimiliki, dan ditunjang
kemampuan jasmaniahnya, membuat manusia akan mampu melaksanakan amanah Tuhan
dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa mencapai derajat manusia yang sempurna,
yakni manusia yang bisa beriman, berilmu dan beramal.
Salah satu upaya dalam rangka memberdayakan manusia adalah melalui
pendidikan. Dengan pendidikan, berbagai kelengkapan yang diberikan kepada
manusia seperti akal, hati, kemauan serta amanah bisa dipergunakan dengan
sebaik-baiknya. Dan pada dasarnya, Pendidikan merupakan proses yang berjalan
secara terus menerus sebagai sarana untuk mengembangkan segerap potensi yang
dimiliki manusia.
Undang-undang RI. No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan, “Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”[1]. Dengan
pendidikan manusia akan menjadi makhluk yang berilmu pengetahuan, terampil,
berkepribadian dan berakhlaq luhur, sehingga akhirnya mampu berperan sebagai khalifah
Allah SWT di bumi.
Selain itu, manusia lahir di dunia juga membawa sejumlah potensi atau
kemampuan. Agar potensi manusia dapat berkembang, maka perlu adanya pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi tersebut, dalam arti berusaha untuk menampakkan
(mengaktualisasikannya). Drs. Djasadi dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam”
menyebutkan bahwa, “bimbingan adalah usaha memberikan tuntunan atau pertolongan
kepada anak secara sadar yang diberikan oleh orang dewasa dengan penuh tanggung
jawab”[2].
Dari sedikit abstraksi diatas, bisa diketahui bahwa pendidikan
sangat penting dalam upaya pengembangan kemampuan manusia. Makanya, tidak heran
jika Rosulullah memerintahkan ummatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat.
Bahkan jika memungkinkan, manusia juga diperintahkan menuntut ilmu sampai ke
negeri cina, atau sampai ketempat yang jauh. Artinya, pendidikan tinggi sangat
penting bagi pengembangan kualitas manusia.
Hanya saja, mengikuti pendidikan hingga jenjang yang
paling tinggi bagi sebagian orang bukanlah sesuatu yang mudah. Menuntut
ilmu untuk mewujudkan cita-cita tidaklah semudah melewati jalan tol yang lurus
tanpa hambatan. Modal minat dan semangat saja tidak
cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Perlu biaya besar untuk meraih
cita-cita itu. Sehingga, tidak jarang banyak siswa yang punya keinginan kuat
untuk melanjutkan pendidikan serta kemampuan yang cukup bagus, hanya bisa
menggantungkan cita-citanya di angkasa, tanpa bisa meraihnya. Kekhawatiran itu
juga yang sampai saat ini menghinggapi hati penulis.
II.
Menggapai Cita-Cita
A.
Biografi
Penulis dilahirkan di
Kendal, 24 Februari 1992 dan sejak kecil diberi nama Nur Syifafatul Aimmah.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Muh Rosail dan
Baroh Masrohah dan sampai saat ini tinggal di Jl.Kyai Gilang Rt:01/ Rw : 05
Mangkangkulon, Tugu Semarang. Mangkang Kulon merupakan kelurahan paling barat
di Kecamatan Tugu, Kota Semarang[3].
Kelurahan ini berbatasan langsung dengan wilayah kecamatan Kaliwungu, Kabupaten
Kendal
Daerah Mangkang
Kulon sebenarnya bisa disebut sebagai kawasan pendidikan Islam. Di tempat ini,
ada sejumlah lembaga pendidikan pesantren yang berdiri, mulai dari Ponpes Al
Islah yang cukup besar hingga sejumlah pesantren kecil seperti Al Itqon,
Futuhiyyah dan sebagainya. Lembaga pendidikan Islam juga cukup banyak, mulai
dari MI hingga Aliyah semua ada.
Hal ini pula yang
nampaknya mempengaruhi pendidikan penulis. Sejak kecil hingga jenjang SMA,
penulis mengikuti pendidikan berbasis agama, yang lokasinya tidak jauh dari
rumah. Diawali dengan TK. Tarbiyatul Athfal pada tahun 1996-1998, Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Ianatusshibyan pada tahun Tahun 1998 - 2004 dan MTs NU Nurul
Huda Tahun 2004-2007. Terakhir, penulis dinyatakan lulusan dari MA NU Nurul
Huda yang jaraknya hanya sekitar 150 meter dari rumah.
Penulis
berasal dari keluarga sederhana. Bapak penulis, Muhammad Rosail, bekerja
serabutan. Hampir setiap pagi, ayah pergi ke sawah untuk menggarap lahan yang
tidak sebegitu luas. Tidak jarang, bapak juga nyambi kerja bangunan atau
pekerjaan lain yang bisa dilakukan, yang penting halal. Semasa muda, bapak
menghabiskan waktunya untuk mendalami pendidikan agama di pesantren. Untuk
mengamalkan ilmunya, bapak setiap sore mengajar di madrasah diniyah, dan setiap
malam mengajar ngaji anak-anak kecil.
Sementara Ibu, Baroh Masrohah, saat ini lebih banyak
berprofesi sebagai Ibu rumah tangga. Hanya saja terkadang, untuk membantu menambah
penghasilan Bapak, ibu bekerja di sebuah perusahaan di Kawasan Krapyak,
Semarang. Terkadang saya kasihan, karena ibu harus pulang larut malam atau
bahkan sampai pagi, jika sedang dapat shif pagi.
Walaupun penuh dengan keterbatasan dan kesederhaaan, penulis
tetap bahagia dan bangga kepada kedua orang tua. Bagi mereka, melihat
anak-anaknya dapat tumbuh berkembang sebagai anak-anak yang cerdas dan dapat mengenyam pendidikan sudah cukup
membanggakan orang tua.
Kesempatan
untuk bersekolah sampai ketingkat SMA/MA, penulis anggap sebagai karunia besar untuk
tetap belajar. Walaupun saat ini ada keinginan kuat untuk terus melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, untuk memperoleh kehidupan yang lebih
baik.
Sebagai anak terbesar, penulis juga tidak bisa begitu
diam berpangkutangan melihat kesusahan orang tua. Dengan kemampuan yang penulis
miliki, walaupun kecil berusaha untuk meringankan beban orang tua. Setiap
pulang sekolah penulis bekerja menjaga warnet milik Bulek, yang lokasinya
berdekatan dengan rumah. Walaupun hasilnya tidak seberapa, namun sedikit banyak
bisa membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Yang penting, penulis
bisa membantu orang tua tanpa harus meninggalkan kewajiban untuk belajar.
- Ingin Sekolah Lebih Tinggi
Rasa bahagia membuncah dihati saat penulis menerima surat
pengumuman Hasil Nasional (UN) beberapa waktu lalu. Walaupun hanya dengan nilai
yang terbilang pas-pasan, dengan rata-rata 6,68 penulis cukup gembira dengan
hasil yang sudah didapatkan, ditengah tingginya angka ketidaklulusan UN
teman-teman diberbagai daerah di Indonesia. Mungkin itu adalah hasil terbaik
yang bisa penulis raih saat ini.
Saat itu, muncul harapan dan keinginan besar untuk bisa melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Mungkin penulis bukan anak yang jenius,
namun penulis merupakan anak yang selalu optimis dan bekerja keras untuk
mencapai cita-cita, menjadi seorang guru. Sejak awal, sesuai dengan jalur
pendidikan sejak kecil yang selalu bergelut dalam pendidikan keislaman, penulis
bercita-cita ingin kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Walisongo, Semarang.
Keinginan untuk kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo itu sudah muncul sejak penulis duduk bangku Madrasah Tsanawiyah.
Keinginan itulah yang selama ini memacu semangat terus untuk belajar dan
belajar. Sebab penulis sadar, pendidikan sangat penting untuk bisa meraih
cita-cita. Jika hanya dengan pendidikan yang sangat terbatas, tentu peluang
kedepan untuk memberikan kemajuan juga sangat terbatas. Itulah yang membuat
tekad penulis untuk terus belajar dan belajar sampai tingkat paling tinggi
terus muncul.
Namun dibalik rasa bahagia itu, rasa khawatir dan cemas
mulai muncul dihati. Kondisi keluarga yang sangat pas-pasan membuat penulis
harus sedikit demi sedikit berusaha memendam keinginan untuk belajar lebih
tinggi. Penulis tidak ingin memberatkan orang tua. Sebab dengan kondisi ekonomi
yang masih sangat pas-pasan, orang tua harus menyekolahkan dua orang adik di
jenjang. Tentu kurang bijaksana jika sebagai kakak tertua, penulis ngotot menuntut
untuk bisa dikuliahkan.
Sebenarnya, penulis termasuk orang yang patut bersyukur.
Walaupun dengan segala keterbatasan, orang tua selalu memberikan dorongan untuk
belajar sebaik-baiknya, mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya supaya
kedepan bisa menjadi orang sukses. Bahkan dengan segala keterbatasan yang
dirasakan keluarga, orang tua sudah mengijinkan untuk mendaftar di perguruan tinggi
yang penulis kehendaki.
”Kami ingin anak-anak bisa lebih baik. Karena kami dulu
tidak bisa belajar sampai perguruan tinggi, kami ingin anak-anak yang bisa
lebih mendapatkan pendidikan lebih baik tinggi.” Begitu selalu pesan yang
disampaikan kedua orang tua penulis. Maklum saja, Ibu dulu hanya bersekolah
sampai Sekolah Pendidikan Guru (SPG-setingkat SLTA). Walapun dulu sempat mengajar
beberapa tahun di Kendal, namun setelah menikah dan pindah ke Semarang, Ibu
menghentikan aktifitasnya mengajar dan lebih mementingkan untuk menjaga
keluarga. Sementara ayah semasa muda lebih mendalami pendidikan keagamaan non
formal di jalur pesantren.
Ya, nampaknya penulis harus selalu bersyukur dan
berterima kasih dengan sikap kedua orang tua yang selalu mendukung penulis
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun sekali lagi, rasa tak
tega dan bayangan bahwa mereka harus berjuang keras banting tulang untuk
membiayai kuliah penulis, selalu membuat penulis ciut nyali.
Setelah melalui proses pemikiran yang cukup panjang, dengan
dorongan dari orang tua, embah (nenek), serta para kerabat, akhirnya Penulis
bertekad untuk tetap melanjutkan pendidikan sampai ke bangku kuliah.
Bagaimanapun caranya, penulis ingin tetap melanjutkan pendidikan, Titik. Bahkan
kalau memungkinkan, ada impian untuk tidak hanya sampai ke jenjang S1, namun
juga jenjang S2 kalau perlu menjadi doktor.
Penulis sadar, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat
utama dan terutama di era sekarang. Sejauh kita memandang, maka harus sejauh
itulah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Ilmu
pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan
kecekatan seseorang berpikir tentang dirinya dan lingkungannya.
Selain untuk merubah diri menjadi lebih baik, penulis
berharap pada masa yang akan datang bisa membantu keluarga menjadi lebih baik.
Dengan pendidikan dan pengalaman yang pas-pasan, tentu kehidupan yang akan
didapatkan kemungkinan juga pas-pasan, apalagi ditengah persaingan yang cukup
ketat. Dengan bekal ilmu dibangku kuliah nanti, penulis berharap kedepan bisa
mendapatkan pendidikan yang lebih baik, sehingga dalam skala kecil bisa
membantu orang tua supaya kedepan adik-adik penulis juga bisa mengenyam
pendidikan tinggi. Penulis juga berharap, ilmu yang didapatkan dibangku kuliah
kelak bisa bermanfaat bagi masyarakat, dan dalam skala yang lebih besar bagi
negara.
Untuk memperoleh semua itu, penulis sudah bertekad untuk
mengerahkan kemampuan yang dimiliki. Guna meringankan beban orang tua dalam
membiayai pendidikan ini, kuliah sambil kerjapun kemungkinan akan penulis
jalani. Asalkan cita-cita penulis untuk bisa mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi bisa tercapai. Supaya kedepan, cita-cita yang selama ini hanya terpendam
bisa penulis raih.
III. HARAPAN-HARAPAN
Munculnya pengumuman mengenai adanya Program “Beasiswa
Culruyt” di sekolah, membuat harapan penulis untuk bisa melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi semakin berkobar. Walaupun tidak sepenuhnya yakin
akan bisa diterima, tentu tidak ada salahnya mencoba. Bisa jadi, ini adalah
jalan yang diberikan Tuhan untuk terus mengejar cita-cita dan mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi. Sebab penulis optimis, Tuhan tidak akan
mengecewakan hambanya yang sungguh-sungguh.
Penulis sadar, pasti banyak peserta yang mengikuti
seleksi beasiswa ini tingkat kemampuannya intelektualnya lebih baik dari
penulis, memiliki nilai hasil ujian lebih baik dan ditopang oleh fasilitas yang
lebih baik pula dari orang tuanya. Namun penulis berusaha untuk tetap selalu
yakin dan berusaha mengoptimiskan diri, untuk meraih cita-cita. Sebab bagi
penulis, optimis merupakan setengah dari keberhasilan. ”Bismillah, Insyaallah
berhasil.”
IV. PENUTUP
Dengan rendah hati, penulis harus akui bahwa tulisan ini jauh dari
kesempurnaan sebagai sebuah karya ilmiah. Bahkan mungkin lebih tepat, jika
tulisan ini disebut sebagai curahan hati (curhat) dan ngudoroso penulis
dari lubuk hati yang paling dalam. Namun sekali lagi, tulisan ini penulis
sampaikan dengan jujur, bukan sekedar untuk mendapatkan beasiswa “Beasiswa
Culruyt”, namun dalam upaya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi yang
menurut penulis sangat penting.
Keinginan yang kuat untuk menempuh pendidikan lebih tinggi membuat penulis
selalu memupuk semangat dan optimisme, bisa meraih program “Beasiswa Culruyt”
ini. Penulis sadar, cita-cita harus dikejar dan diusahakan sebaik mungkin.
Selain untuk menambah ilmu, pengetahuan,
juga untuk membahagiakan dan membanggakan orang-orang yang penulis
selalu sayangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar