LATAR BELAKANG JAMALUDDIN AL-AFGHANI
- Pendahuluan
Salah satu tokoh gerakan modernisme klasik yang berupaya
meningkatkan standar moral dan intelektual umat Islam dalam rangka menjawab
bahaya ekspansionisme barat adalah Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 –
1897 M). Walaupun Jamaluddin al-Afghani tidak melakukan modernisme intelektual,
namun ia telah menggugah kaum muslimin untuk mengembangkan dan menyuburkan
disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia adalah seorang pemimpin pembaharuan
dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara
Islam ke negara Islam lain.
Abad ke 19
hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu
gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad
modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat
jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan,
berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada
corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui
bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat
bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun
yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar Islam.
Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada
dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revivalis.
Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang
abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa
atas dunia Islam, khusunya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi
dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis.
Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian
mengembangkan sendiri ide-ide tersebut, sedangkan fundamentalisme menganggap
apa–apa yang datang dari Barat adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak
untuk diambil. Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar
setelah fase modernisme.
Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh yang
merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, al-Afghani, seorang pembaharu
yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya sendiri. Berangkat dari
pembagian corak keIslaman di atas, Afghani menempati posisi yang unik dalam
menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat moderat
dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi
memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras
ketika itu berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan keIslaman. Alhasil Afghani memijakkan kedua kakinya di dua
sisi berbeda, ia seorang modernis tapi juga fundamentalis. Agaknya tepat apa
yang dikatakan Black bahwa afghani adalah puncak dari kalangan modernis dan
fondasi bagi kalangan fundamentalis.
Pada makalah
sederhana ini kami akan paparkan sedikit tentang Afghani, hal yang berkenaan
dengan jati diri beliau, sekilas pemikiran beliau, kiprah politik, dan hal lain
yang serba sedikit sebab makalah ini tak cukup representativ jika harus
mewakili keseluruhan pemikiran dan sepak terjang beliau yang begitu fenomenal.
- Sekilas tentang Afghani
Dilahirkan di Asad abad pada tahun 1838, yakni sebuah distrik di Iran,
Jamaluddin al-Afghani lahir sebagai seorang pembaharu dalam dunia Islam. Ia
adalah anak dari sayyid Safder yang memiliki hubungan darah dengan seorang
perawi hadist tekenal, Imam at-Tirmidzi yang selanjutnya terhubung dengan
sayyidina Ali bin Abi Thalib. Masa remajanya banyak ia habiskan di Afghansitan.
Ia adalah anak yang cerdas. Sejak umurnya 12 tahun ia telah hafal al-Qur`an,
kemudian saat usianya menginjak 18 tahun ia sudah mendalami berbagai bidang
ilmu keislaman dan ilmu umum. Al-Afghani dikenal sebagai orang yang
menghabiskan hidupnya hanya demi kemajuan islam. Ia rela beranjak dari suatu
negara ke negara lainnya demi menyuarakan pemikiran-pemikiran revolusionernya,
tentunya demi mengangkat posisi dan martabat Islam yang jauh tertinggal dari
dunia barat.
Di zamannya Islam berada di bawah bayang-bayang imperialisme Barat. Kondisi
masyarakat muslim yang jauh dari Islam, menurutnya adalah salah satu penyebab
utama kemunduran dunia Islam. Fanatisme yang masih kental kala itu, belum lagi
dengan tidak adanya rasa persaudaraan di antara sesama muslim yang
berkonsekwensi pada minimnya rasa solidaritas menjadikan masyarakat muslim
rentan terhadap perpecahan.
- Kiprah Politik
Terkenal
sebagai orator ulung dan politikus sejati, Al-Afghani selalu mendasarkan
kegiatan agama dan politiknya pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam Islam.
Ia adalah seorang yang anti terhadap pemerintahan otoriter. Menurutnya, sistem
pemerintahan yang sesuai dengan kondisi umat muslim adalah pemerintahan
konstisusional atau republik dan konsep kewarganegaraan aktif. Bukannya tanpa
sebab, pemerintahan otoriter tidaklah jauh berbeda dengan tirani. Bentuk
pemerintahan seperti ini menafikan keaktifan warga negara selain juga rentan
terhadap monopoli asing yang langsung tertuju pada penguasa suatu negara.
Hasilnya dapat dilihat, dengan mudahnya imperialisme Barat menguasai serta
mengintervensi bentuk pemerintahan absolut yang banyak digunakan sebagai sistem
pemerintahan di banyak negara Islam.
Dalam perjuangan
politiknya, Afghani kerap berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, ini
dilakukannya sebab seringkali pada suatu negara ia mengalami pngusiran oleh
penguasa setempat. Namun demikian talenta politik Afghani memang telah tampak
sejak awal, bahkan ia lebih menonjol sebagai seorang aktivis gerakan politik
ketimbang pemikir keagamaan. Pendapat tersebut dipaparkan Harun Nasution yang
juga ia kutip dari berbagai pendapat semisal Stoddart maupun
Goldzhier.Pandangan ini memang bukan sekadar komentar, tapi suatu pandangan
yang memiliki dasar. Jika kita amati kronologi perjalanan hidup Afghani, maka
kita akan mendapati agenda beliau dipenuhi dengan aktivitas politik. Talenta
politik ini memang sujah tamapak sejak dini. Pada usia 22 tahun, ia membantu pangeran
Dost Muhammad Khan di Afghanistan, lalu pada usia kurang lebih 25 tahun ia
menjadi penasihat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun setelah itu Afghani
diangkat sebagai perdana menteri oleh A’zam Khan.
Perjalanan politiknya ke berbagai negara pun patut mendapat sorotan, semua ia
lakukan untuk menggoyang posisi penguasa yang otoriter, penguasa yang keluar
dari rel amanat, dan juga untuk melawan dominasi barat atas negeri-negeri
muslim. Namun ia kerap kali terlibat pertentangan dengan para pemimpin, kendati
pemimpin itulah yang telah mengundangnya masuk ke negaranya. Misalnya saja pada
kasus Iran, ia diundang ke Iran untuk urusan Iran-Rusia, namun sikap otoriter
syah membuatnya menentang syah dan berpendapat bahwa syah harus digulingkan.
Namun pendiriannya ini membuatnya terusir dari Iran. Nasib yang lebih tragis
diterimanya ketika ia Berada di turki, alih-alih menjadi penasihat sultan Hamid
II, Afghani malah berakhir sebagai tahanan kota hingga akhir hayatnya.
PEMBAHASAN
- Riwayat Hidupnya
Jamaluddin al-Afghani, al-Sayid Muhammad bin Saftar adalah
tokoh yang terkemuka, yang menjadi sentral umat Islam pada abad ke XIX.
Keluarganya keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang selanjutnya
silsilahnya bertemu dengan keturunan ahli sunnah yang termasyhur Ali
at-Tirmidzi. Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asad Abad dekat dengan suatu
distrik di Kabul Afghanistan pada tahun 1839 M. Pendidikannya sejak kecil sudah
diajarkan mengaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi belajar
bahasa Arab dan sejarah, serta mengkaji ilmu syari’at seperti tafsir, hadits,
fiqih, usul fiqh dan lain-lain. Kemudian beliau meninggal dunia di Istambul
tahun 1897.
Ketika berusia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi
pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat
Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhammad A’zam Khan
menjadi perdana menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal
politik negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi, Afghanistan
memihak pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah
dan Afghanistan meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India tahun
1869.
Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak, karena negara
ini telah jatuh di bawah kekuasaan Inggris, oleh karena itu ia pindah ke Mesir
pada tahun 1871. Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep
pembaharuannya, antara lain:
1)
Musuh utama adalah
penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
2)
Umat Islam harus
menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
3)
Untuk mencapai tujuan
itu umat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).
Pan Islamisme ini bukan berarti leburnya kerajaan Islam
menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam
kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam
Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan pandangan
dan kembali pada ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah.
Untuk mencapai usaha pembaharuan di atas maka :
1)
Rakyat harus
dibersihkan dari kepercayaan ketahayulan.
2)
Orang harus yakin
bahwa ia dapat mencapai tingkat / derajat budi luhur.
3)
Rukun iman harus
benar-benar menjadi pandangan hidup.
4)
Setiap generasi umat
harus ada lapisan istimewa untuk memberi pengajaran dan pendidikan pada
manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan
disiplin.
- Beberapa Ajarannya
1.
Bidang politik
Jamaluddin al-Afghani oleh penulis Barat dikatakan sebagai
pelopor “Pan Islamisme” yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus bersatu
di bawah pimpinan seorang khalifah untuk membebaskan mereka dari penjajahan
Barat. Yakni sebagai jaminan keemasan Islam dahulu sebelum Islam menjadi lemah
karena perpecahan yang tak putusnya dan tanah air Islam menjadi terjerumus
kebodohan dan kelemahan, hingga jatuh menjadi mangsa kekuasaan Barat.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab dalam perjuangannya menuju kepada
perbaikan aqidah. Maka jalan yang ditempuh oleh Jamaluddin al-Afghani ialah :
a)
Perbaikan jiwa dan
cara berpikir.
b)
Perbaikan pemerintah /
negara, kemudian keduanya berhubungan mempunyai jalinan dengan ajaran agama.
Semua aspek gerakan Jamaluddin al-Afghani yang menjadi
sasaran utama ialah membebaskan negara Islam dari penjajahan dan untuk menuju
itu umat Islam harus membebaskan diri dari pola-pola pikiran yang beku. Untuk
mencairkan ini menurut Jamaluddin al-Afghani, orang-orang Islam harus mempunyai
kepandaian teknis dalam rangka kemajuan barat, wajib belajar secara rahasia
kelemahan orang Eropa.
2.
Bidang Agama
Jamaluddin al-Afghani walaupun menjadi seorang pemimpin
politik, di mana dipandang dari sudut gerakannya menunjukkan kecondongan
dibidang politik, namun tidak dapat dilupakan jasanya dalam meninggikan
kedudukan agama, pembaharu akal umat Islam yang dipengaruhi tradisi dan
khurafat yang membawa kejumudan umat Islam. Jamaluddin al-Afghani dalam
usahanya menentang penjajahan Barat, maka jalan yang ditempuhnya untuk
menghadapi penjajahan ini membangunkan kembali jiwa Islam, menghilangkan sifat
kesukuan / golongan dan mengikis taqlid dan fanatisme serta melaksanakan
ijtihad dalam memahami a-Qur’an, hidup layak dan penuh kebijaksanaan di
kalangan umat Islam.
Oleh karena itu Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa
kesejahteraan umat Islam tergantung pada:
a)
Akal manusia harus
disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya dari kepercayaan tahayul.
b)
Orang harus merasa
dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti yang utama.
c)
Orang harus menjadikan
aqidah, sehingga prinsip yang pertama dan dasar keimanan harus diikuti dengan
dalil dan tidaklah keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).
3.
Ajarannya tentang Qada dan Qodar
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang muslim sejati dan
seorang rasionalis dan ia menuntut kepada semua aliran untuk menjadikan akal
sebagai dasar utama untuk mencapai keagungan Islam, karena akal menempati
kedudukan istimewa dalam dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang
yang bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran Mu’tazilah
yang mempunyai doktrin tentang pembahasan diri dari ajaran takdir yang orang
barat disebut Fatalisme.
Mengenai hal ini menurut Jamaluddin al-Afghani, adapun yang
dikatakan qada dan qodar yang dikatakan “predestination” dalam bahasa Inggris
sebagai tujuan permulaan. Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah
penyerahan diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid’ah)
dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam untuk suatu
tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam.
Jamaluddin al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa
kepercayaan asasi. Tidak ada kepercayaan kepada takdir adalah kehilangan salah
satu tonggak dari iman. Kepercayaan inilah yang menyebabkan umat Islam jaman
dahulu, nabi-nabi dan sahabatnya dan salafus shalihin dapat merebut dunia dan
mengaturnya. Menurut dia, timbulnya kerusakan di kalangan muslim antara lain:
dari kepercayaan al-Jabr ini dan kesalahan dalam memahami qada dan qodar,
sehingga memalingkan jiwa umat dari bersungguh-sungguh dalam usaha dan umat
Islam di masa silam bersifat dinamis.
4.
Penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme
Perjalanan hidup Jamaluddin al-Afghani sesuai dengan jalan
fikirannya. Teori dan prakteknya selalu berjalin rapat dengan tindakannya.
Kedudukan dan perilakunya ditandai oleh 3 macam keadaan :
a)
Kenikmatan jiwa /
rohani.
b)
Perasaan agama yang
mendalam.
c)
Moral yang tinggi, ke
semua ini sangat berkesan dan mempengaruhi semua usahanya.
Gambaran ini jelas dapat dilihat dalam penolakannya
terhadap aliran naturalisme dan materialisme. Jamaluddin al-Afghani memandang
bahwa cara penjajahan Barat di negeri Islam membawa gambaran yang berbeda untuk
menghancurkan kepribadian tiap-tiap orang Islam yang bersumber dari ajaran
al-Qur’an. Ajaran ini mempunyai kekuatan untuk menjalin kekuatan kesatuan di
kalangan kaum muslimin. Ia memperingatkan segala gambaran yang dilihatnya itu
diantaranya : usaha untuk merusak aqidah orang Islam baik dengan cara memecah
belahnya maupun dengan usaha memalingkannya dari ajaran agama, yang berusaha
demikian di antaranya aliran naturalisme dan materialisme.
Naturalisme yaitu hal atau tinjauan berdasarkan alam.
Sedangkan materialisme adalah orang yang hanya mementingkan kebendaan di atas
segala-galanya. Jamaluddin sangat menentang aliran naturalis (ateis) yang
tersebar luas di India, 1879. Tentang aliran ini Jamaluddin berkata “Aliran ini
akan membelah kaum muslimin menjadi 2 kelompok; kelompok lama dan baru,
kelompok yang tunduk kepada penjajah dan kelompok oposisi. Aliran ini juga akan
memecah hubungan umat Islam India dari kekhalifahan Utsmani di sisi lain”.
Jamaluddin melihat berbagai bentuk yang dilakukan
penjajahan Barat di negara Islam untuk merusak kepribadian Islam yang bersumber
dari al-Qur’an dan menyatukan umat Islam dalam satu ikatan. Sedangkan bentuk
yang paling berbahaya ialah berusaha merusak akidah dari hatinya. Maka aliran
naturalisme dan materialisme – yang di India dikenal sebutan kaum ateis – di
anggap sebagai senjata melawan kekuatan umat Islam yang sumbernya agama.
Menurut Jamaluddin, bahaya aliran ini, orang yang mempropagandakannya di India
memakai “pakaian muslim” untuk melemahkan aqidah kaum muslim.
Ada tiga hal penolakan Jamaluddin terhadap kaum ateis
yaitu: tentang pentingnya agama bagi masyarakat, bahaya aliran ateis dalam
masyarakat, dan keunggulan agama Islam sebagai suatu agama dan akidah di atas
agama-agama lain. Jamaluddin berpendapat, keyakinan agama sebagai suatu akidah
menjamin 3 unsur penting bagi masyarakat : rasa malu, jujur dan setia. Ia
menerangkan, ketiga unsur tersebut amatlah penting bagi masyarakat yang jujur,
yang tidak dimiliki oleh ajaran ateisme. Ia berkata demikian: “Sesungguhnya
keyakinan seorang ateis tidak dapat bersatu dengan keutamaan sifat jujur,
setia, kepahlawanan dan kesatriaan. Itu disebabkan, manusia memiliki syahwat
yang tidak terbatas, sedangkan alam (nature) tidak memberikan cara-cara
terbentuk untuk mencapai syahwat itu”.
Sedangkan bahaya aliran materialisme dan naturalisme
terhadap masyarakat diterangkan Jamaluddin dengan menyebutkan sejarah beberapa
kelompok masyarakat yang telah dikuasai oleh aliran di atas, dahulu dan
sekarang. Jamaluddin menerangkan aliran naturalis menampakkan diri dalam
beberapa bentuk, seperti :
a)
Aliran Epikorus dalam
masyarakat Greek (Yunani)
b)
Aliran Mozdak dalam
masyarakat Persi
c)
Aliran kebatinan
(mistik) dalam masyarakat Islam
d)
Aliran Voltaire dan
Rousseau dalam masyarakat Prancis
e)
Aliran era modern di
Turki
f)
Aliran Komunisme,
nasionalisme dan sosialisme di Eropa dan Rusia
g)
Aliran Mourman di
Amerika.
- Pengaruh Ajarannya
Ajaran Jamaluddin al-Afghani berpengaruh besar sekali
terutama di Mesir, baik pada generasi muda (pelajar) dan sebagian ulama Azhar
misalnya M. Abdul Karim Salman, Syeikh Ibrahim Allaqani, Syeikh Saad Zaqlul,
pengaruh dari tokoh pembaharuan dalam Islam ini kita melihat dari Turki ketika
Inggris menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin al-Afghani serta merta di usir.
Kemudian melanjutkan ke Konstatinopel, dan ia mendapat perlindungan dari Abdul
Hamid, lalu membentangkan politik Pan Islamisme.
- Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam
a)
Umat Islam mundur,
karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya mengikuti ajaran yang
datang dari luar lagi asing bagi Islam.
b)
Salah pengertian
tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami
kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat umat Islam tidak
berusaha merubah nasib mereka.
c)
Perpecahan yang
terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan
umat kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya, mengabaikan masalah
pertahanan militer, menyerahkan administrasi negara kepada orang-orang tidak
kompeten dan intervensi asing (bersifat politis).
d)
Lemahnya rasa
persaudaraan Islam
- Pembaharuan
a)
Melenyapkan pengertian
salah yang dianut umat Islam pada umumnya dan kembali pada ajaran dasar Islam
yang sebenarnya, hati disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan
kesediaan berkorban untuk kepentingan umat.
b)
Corak pemerintahan
otokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi.
c)
Persatuan umat Islam mesti
diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat.
GERAKAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
- Gerakan Pembaharuan Islam di abad Modern
Pada masa itu, bukanlah seorang hakim yang dibutuhkan,
karena seorang hakim pada masa itu tidak bisa lepas dari pesanan dan intervensi
pemerintah. Dan pada masa itu, bukan pula seorang faqih yang dibutuhkan untuk
memperbarui hukum-hukum Islam klasik. Andaipun mereka hidup pada masa itu, maka
keberadaan merekapun juga tidak mampu untuk mengubah keadaan yang ada.
Sesungguhnya yang dibutuhkan pada masa itu adalah seorang revolusioner islamis
seperti yang terdapat dalam jiwa Jamaluddin al-Afghani.
Afghani memang bukan seorang hakim, tapi dia punya syarat
dan kapabilitas untuk menjadi seorang hakim dan diapun bukan seorang faqih yang
menguasai dunia literatur fiqh, walaupun dia bukan pula orang yang buta dan
taklid dalam berfiqih. Tetapi dia adalah seorang revolusioner islamis, seorang
penggugah dalam tidur yang berkepanjangan, seorang pengilham bagi jiwa-jiwa
pesimisme. Dengan jiwa revolusinya dan kepribadian Islam nya membuat dia mampu
untuk menunutun bangsanya untuk bersama-sama menghadapi dua problematika dasar
pada masa itu. Pertama, penjajahan dari luar dan kedua, adalah otoritarianisme
pemerintahan dari dalam. Dan dengan tegas dia katakan bahwa dua hal ini bisa
hilang bukanlah sebuah kemungkinan, namun sebuah keharusan yang bisa tercapai
bila kaum dan bangsanya mempercayainya.
Dan dengung pembaharuannya pun bisa mempengaruhi semua
kalangan hingga pada kalangan yang berpautan jauh dari zaman nya seperti Ahmad
Luthfi Sayyid maupun Qasim Amin. Adapun Mesir sebagai negara satu-satunya yang
lama dia berdomisili berhasil melahirkan adanya kebangkitan pemikiran,
kebangkitan jurnalistik dan kebangkitan politik di negeri tersebut. Dan dialah
orang pertama kali yang mengatakan bahwa “Misr lilmasriyyin” dan perintis
pertama “Hizb Wathan” hingga dengan gerakan pembaharuannya berhasil melahirkan
tuntutan adanya undang-undang negara dan pembentukan majelis perwakilan. Dan
ini semua telah tercapai dengan hasil yang tidak sedikit, bahkan jika saja
intervensi Inggris yang dimotori oleh Khadevi tidak turut serta, maka gerakan
ini pun bisa mencapai pada kemerdekaan Mesir pada saat itu.
Dan suatu kelebihan dari diri Afghani ialah kemampuanya
untuk menghentak kesadaran Bangsa Mesir saat itu untuk secara kesuluruhan sadar
kembali dalam menghadapi cengkraman penjajahan Eropa dalam kepemimpinan Ratu
Victoria. Adapun perjuangan Afghani dibagi dalam dua tahap, merombak sistem
yang ada saat itu dan membangun kembali sistem yang baru. Dalam tahap pertama
di lakukan dengan cara melawan penjajahan dari luar dan mengecam diktatorisme
pemerintahan dari dalam. Adapun tahap kedua, dia sadar bahwa ini memerlukan
waktu yang lama, adapun pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh para
pembaharu-pembaharu selanjutnya yang hidup pada masa sesudah meninggalnya
Jamaluddin al-Afghani. Sepeninggal Afghani muncul beberapa upaya untuk
meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani bagi umat Islam saat itu,
namun semua itu mengalami kegagalan dan jauh yang diharapkan.
- Gerakan Pan Islamisme
Dari sudut pandang ide secara umum gerakan pembaharuan di
Indonesia dipengaruhi secara kuat oleh pemikiran dan usaha tokoh-tokoh
pembaharu Timur Tengah pada akhir abad ke-19, khususnya Sayid Jamaluddin
Al-Afghani dan Sheikh Muhammad Abduh.Kedua tokoh tersebut menyentakkan umat
Islam bahwa kemunduran Islam, karena umatnya telah meninggalkan ajaran Islam
yang sebenarnya. Pemikiran dan usaha mereka bertumpu pada keyakinan bahwa Islam
adalah agama yang sangat mendorong penggunaan akal sehingga keharusan ijtihad
tidak pernah tertutup. Meskipun sikap politik mereka secara tegas menunjukkan
anti Barat karena praktek penjajahan terhadap negara-negara Islam,Jamaluddin
dan Mohammad Abduh memberi dukungan kepada umat Islam untuk mempelajari
pengetahuan yang lebih luas sebagaimana telah dilakukan lebih dulu oleh
sebagian besar negara Barat. Dalam kaitan itulah, mereka menyerukan penataan
sistem kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan pendidikan.
Gerakan Jamaluddin Al-Afghani dengan Pan Islamismenya
mempunyai dua tujuan utama,yaitu membangun dunia Islam di bawah satu
pemerintahan dan mengusir penjajahan dunia Barat atas dunia Islam (Masyhur
Amin, Sejarah Peradaban Islam). Al-Afghani melihat di antara sebab kemunduran
Islam adalah lemahnya persaudaraan antara sesama umat Islam. Karena itu harus
dibangun solidaritas umat Islam sedunia (Pan Islamisme) sehingga umat Islam
berada dalam pemerintahan yang demokratis. Dengan cara demikian umat Islam akan
memperoleh kemerdekaannya kembali dari penjajah Barat.Tentang dunia Nasrani,
Al-Afghani berpendapat sekalipun mereka berlainan keturunan dan kebangsaan,
namun mereka bersatu dalam menghadapi dunia Islam. Mereka sengaja meng
halang-halangi kebangkitan umat Islam. Apa yang dika takan nasionalisme dan
patriotisme serta cinta tanah air bagi Barat, untuk dunia Islam mereka katakan
sebagai fanatisme, ekstremisme dan chauvinisme.Oleh sebab itu, seru Al-Afghani,
Tidak ada jalan lain bagi umat Islam, kecuali bersatu melawan penjajah Barat
tersebut.
Di Indonesia, hampir berbarengan dengan Gerakan Pan Islam
berdiri perkumpulan Jamiatul Kheir di Pekojan, Batavia, pada 1901 sebagai
organiasi sosial yang membawa semangat tolong menolong. Jamiatul Kheir dibentuk
dengan tujuan utama mendirikan satu model sekolah modern yang terbuka luas
untuk umat Islam.
Perkumpulan ini lebih menitikberatkan pada semangat pembaruan melalui lembaga pendidikan modern. Pramudya Ananta Toer dalam bukunya, Rumah Kaca, menyebut Jamiatul Kheir yang didirikan sejak 1901 merupakan organisasi politik yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang telah menginspirasi lahirnya Boedi Oetomo.Jamiat Kheir membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tapi sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung,sejarah, ilmu bumi dan bahasa pengantar Melayu. Bahasa Inggris merupakan pelajaran wajib, pengganti bahasa Belanda.Sedangkan pelajaran bahsa Arab sangat ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam.
Perkumpulan ini lebih menitikberatkan pada semangat pembaruan melalui lembaga pendidikan modern. Pramudya Ananta Toer dalam bukunya, Rumah Kaca, menyebut Jamiatul Kheir yang didirikan sejak 1901 merupakan organisasi politik yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang telah menginspirasi lahirnya Boedi Oetomo.Jamiat Kheir membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tapi sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung,sejarah, ilmu bumi dan bahasa pengantar Melayu. Bahasa Inggris merupakan pelajaran wajib, pengganti bahasa Belanda.Sedangkan pelajaran bahsa Arab sangat ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam.
Keberadaan Jamiatul Kheir yang kemudian disusul dengan
Al-Irsyad, setidak-tidaknya sebagai penggerak dunia Islam baru yang pertama
kali di Indonesia. Deliar Noer menulis pentingnya Jamiat Kheir terletak pada
kenyataan bahwa ialah yang memulai organiasi dalam bentuk modern dalam
masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota tercatat,rapat-rapat
berkala), dan yang mendirikan sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya
telah modern (kurikulum,kelas-kelas, dan pemakaian bangku-bangku,papan tulis
dan sebagainya).Menurut H.Agus Salim banyak anggota Budi Utomo dan Sarikat
Islam sebelumnya adalah anggota Jamiatul Khair.Dalam kaitan dengan gerakan
kemerdekaan,pada 4 Oktober 1934, pemuda keturunan Arab se Nusantara berkongres
di Semarang, dipelopori oleh AR Baswedan, mengumandangkan Sumpah Pemuda
Keturunan Arab: Indonesia adalah tanah airnya, bersumpah untuk turun kelas dari
bangsa Timur asing menjadi pribumi.
Kongres itu juga membentuk Persatuan Arab Indonesia (PAI), yang bertujuan meraih kemerdekaan Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, PAI membubarkan diri karena tujuannya telah tercapai. Seperti anak-anak bangsa lainnya mereka lalu menyebar dan aktif dalam berbagai bidang di masyarakat.
Kongres itu juga membentuk Persatuan Arab Indonesia (PAI), yang bertujuan meraih kemerdekaan Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, PAI membubarkan diri karena tujuannya telah tercapai. Seperti anak-anak bangsa lainnya mereka lalu menyebar dan aktif dalam berbagai bidang di masyarakat.
- Tarbiyah Pemikiran Syaikh Jamaluddin Al-Afghani
Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan
Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup
ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap
gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara
Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan
berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern.
Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah,
yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan
kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni
seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa
disebut salaf (pendahulu) yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam
yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah
mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad
ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama,
yakni; Pertama, keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya
mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni,
dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin.
Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik politik,
ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan barat dalam
bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat
dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa
yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan kemudian secara
selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu untuk kejayaan
kembali dunia Islam. Adapun alairan-aliran salafiyah sebelum Afghani hanya terdiri
dari unsur pertama saja.
Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam,
adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah
pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik),
inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa
mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan
republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan
kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang layak
untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh
hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan
hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak
kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang
terbatas”, pemerintahan yang yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan
suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang
diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke
tingkat kesempurnaan.
Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak
diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah pelaksanaan
ajaran Islam tentang musyawarah melaui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan
perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah
dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi
rakyat untuk mendukung reformasi politik an sekaligus untuk membebaskan dunia
Islam dari penjajahan an dominasi Barat.
Tujuan utama gerakan Afghani ialah menyatukan pendapat
semua negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah
imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa
Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa
lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam
sekarang ini adalah karena mereka berpecah-belah. Afghani adalah pembaharu
muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua fenomena yang
selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus dijadikan patokan
berpikir kaum muslim, yaiut untuk membebaskan kaum muslim dari ketakutan dan
eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.
Beberapa buku yang ditulis oleh Afghani antara lain ;
Tatimmat al-bayan (Cairo, 1879). Buku sejarah politik, sosial dan budaya
Afghanistan. Hakikati Madhhabi Naychari wa Bayani Hali Naychariyan. Pertama
kali diterbitkan di Haydarabad-Deccan, 1298 H/1881 M, ini adalah karya
intelektual Afghani paling utama yang diterbitkan selama hidupnya. Merupakan
suatu kritik pedas dan penolakan total terhadap materialisme. Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad Abduh dengan judul Al-Radd 'ala
al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme). Al-Ta'Liqat 'ala sharh
al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968). Berupa catatan Afghani
atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang terkenal dari] Adud al-Din
al-'Iji yang berjudul al-‘aqa’id al-‘adudiyyah. Berikutnya Risalat al-waridat
fi sirr al-tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan yang didiktekan oleh Afghani
kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia di Mesir. Khatirat Jamal al-Din
al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi oleh Muhammad
Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum
pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang
penting tentang gagasan dan hidup Afghani.
Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan
oleh murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya,
pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat wacana,
namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya menjadi gerakan.
Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh banyak terpengaruh
olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi. Pengaruh tersebut terlihat dalam
tokoh dan gerakan-gerakan Islam modern masa kini seperti Hasan al-Banna dengan
Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh
Natsir dengan Masyuminya.
BAB IV
PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
- Ide dan Pemikiran Pembaharuan Islam di Abad Modern
Pemikiran
Pembaharuan Al-Afghani ini didasari atas keyakinan bahwa islam adalah agama
yang sesuai untuk semua bangsa, jaman dan keadaan. Dalam pandangannya islam
tidak pernah menganjurkan apalagi memerintahkan untuk statis dan mundur.
Sebaiknya, islam terus mendorong untuk selalu maju.
Al-Afghani
melihat kemunduran umat islam pada masa itu disebabkan oleh beberapa factor
yaitu:
- Umat islam dipengaruhi sifat statis, meninggalkan akhlak tinggi dan melupakan ilmu pengetahuan.
- Adanya paham jabariyah, yaitu tentang qada dan qadar, sehingga mereka tidak mau berusaha.
- Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman.
- Persaudaraan umat islam sangat lemah.
- Perpecahan dikalangan umat islam.
Buku yang
diajarkan dan di diskusikan:
- Al-Zaura’ dalam bidang tasawuf.
- Syah Al-Quthb Al-Syamsiyah dalam bidang logika.
- Al-Hidayah, Al-Isyarah, Al-hikmah Al-Isyraq dalam bidang filsafat.
- Tadzirah dalam bidang astronomi.
- Pemikiran
Politik Islam Jamaluddin Al-Afghani
Afghani
dibesarkan dibesarkan di Afgahanistan. Pada usia 18 tahun di Kabul, Afghani
tidak hanya menguasai segala cabang ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami
falsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan
astrologi. Kemudian pergi ke India dan tinggal disana selama satu tahun sebelum
menunaikan ibadah haji pada tahun 1857. pada waktu itu di India terjadi
pengotakan dramatis antara pembaharu Muslim yang pro-Inggris dan Muslim yang
anti-Inggris. Afghani bersekutu dengan kelompok Muslim tradisionalis untuk
menghadapi kelompok Muslim pro-Inggris. Ia menyadari bahwa kebangkitan dan
solidaritas Islam bisa menjadi senjata untuk melawan Pemerintahan Inggris di
bumi Muslim. Ia mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris.
Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India untuk
melawan penjajah.
Sekembalinya
ia di Afghanistan ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost Muhamma Khan. Ketia
Amir meninggal dan digantikan oleh Amir Syir Ali, Afghani diangkat menjadi
Menteri. Namun ketika Syir Ali dijatuhkan maka dengan dalih akan menunaikan
ibadah haji lagi pada tahun 1869, Afghani meninggalkan Afghanistan. Dari snilah
awal keterlibatan langsung Afghani dalam gerakan internasional anti
kolonialisme/imperialisme Barat dan despotisme Timur.
Pada tahun 1871
Afghani tiba di Istambul. Oleh karena masyarakat Istambul sudah terlebih dahulu
mendengar tentang kealiman dan perjuangannya, maka tokoh-tokoh masyarakat di
ibukota kerajaan Usthmaniyah itu menyambutkanya dengan gembira. Belum lama
tinggal di Istambul ia diangkat menjadi anggota Majelis Pendidikan, dan mulai
diundang berceramah di Aya Sofia serta Masjid Ahmadiyah. Popularitas Afghani
ini mengundang kecemburuan Hasan Fahmi, Syaikh al-Islam, dan mufti itu berhasil
memfitnah Afghani dengan materi ceramahnya di muka sejumlah mahasiswa dan
cendekiawan di Dar al-Funun. Karena fitnah ini Afghani memutuskan untuk pindah
ke Kairo.
Di Kairo ia
disambut gembira, baik oleh penguasa maupun oleh ilmuan. Melihat campur tangan
Inggris di Mesir, dan tidak inginnya Inggris melihat Islam bersatu dan kuat,
Afghani akhirnya kembali lagi ke politik. Sebagai langkah taktis atau intrik
politik, Afghani bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi
yang disokong oleh kelompok anti zionis. Dari sini, tahun 1897 terbentuk partai
politik bernama Hizb al-Wathani (Partai Kebangsaan). Slogan partai ini: “Mesir
untuk Bangsa Mesir”. Partai ini antara lain menanamkan kesadaran berbangsa,
memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaanpers, memperjuangkan
unsur-unsur Mesir masuk dalam angkatan bersenjata.
Dengan
berdirinya partai ini Afghani merasa mendapat sokongan untuk berusahan
menggulingkan raja Mesir yang berkuasa waktu itu, yakni Khadewi Ismail yang
pemboros, untuk digantikan dengan putera mahkota Taufiq. Taufiq berjanji akan
mengadakan pembaharuan-pembaharuan sebagaimana yang dituntut Hizb al-Wathani.
Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan
Inggris dalam negeri Mesir, maka Taufiq atas tekanan Inggris justru mengusir
Afghani keluar dari Mesir pata tahun 1879.
Dari mesir
Afghani dibawa ke India, ditahan di Haiderabad dan Kalkuta, dan baru dibebaskan
setelah pemberontakan Urabi Pasha di Mesir tahun 1882 berhasil ditumpas. Pada
tahun 1883, Afghani berada di London kemudian pindah ke Paris dan menerbitkan
majalah berkala dalam bahasa Arab Al-Urwah al-Wutqa bersama muridnya Muhammad
Abduh yang juga diusir dari Mesir karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
Urabi Pasha yang gagal itu. Afghani mengembangkan polemik anti Inggrisnya. Ia
mulai mengemukakan argumen yang memperkuat pandangannya bahwa persatuan antar
negara Islam dapat membendung serbuan pihak asing. Karena peredarannya dihalangi
oleh penguasa kolonial, majalah berkala ini hanya berumur 8 bulan setelah
terbit sebanyak 18 nomor. Nomor pertama terbit 13 Maret 1884 dan yang terakhir
17 Oktober tahun yang sama.
Pada tahun
1886, Afghani pergi ke Teheran. Dari sana ia pergi ke Rusia, kemudian ke Eropa.
Tahun 1889 kembali ke Teheran. Tetapi kemudian Perdana Menteri Mirza Ali Asghar
Khan, yang menganggap kehadiran Afghani sebagai ancaman bagi kedudukannya,
berhasil menghasut Syah Nasirudin supaya tidak percaya lagi kepada Afghani. Pada
awal tahun 1891, Afghani ditangkap dan dibawa ke Khariqin, suatu kota kecil
dekat tapal batas Persia-Turki. Dari sana ia pergi ke London. Kemudian atas
undangan Sultan Abdul Hamid ia datang dan menetap di Istambul, Turki. Afghani
wafat pada bulan Maret 1879, karena kanker yang berawal dari dagunya.
- Pemikiran Afghani: Revivalis dan Modernis
Semua orang
sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam modern dan mengilhami
pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup ditengah-tengah kemodernan. Dia
pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan
konstitusional yang dilakukan dinegara-negara Islam setelah zamannya. Ia
menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahauan
yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern.
Semua usahanya
dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah politik yang membangkitkan
semangat, khususnya yang termuat dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah
membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam. Afghani
mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang
berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali
kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh
generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh.
Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam yang
pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah
mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad
ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama,
yakni; Pertama, keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya
mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni,
dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin.
Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik politik,
ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan barat dalam
bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat
dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa
yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan kemudian secara
selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu untuk kejayaan
kembali dunia Islam.
Menurut
Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara
anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya,
apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa
ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan. Reformasi atau pembaharuan
dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di
negara-negara Islam adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melaui
dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap
kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta
pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik an sekaligus
untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan an dominasi Barat.
Menurut
Afghani, cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat, kalau perlu
dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau memang ada sejumlah hal
yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima sebagai hadiah atau
anugerah, maka kebebasan an kemerdekaan merupakan dua hal tersebut.
Waktu tinggal
di Mesir, sejak awal Afghani menganjurkan pembentukan “pemerintaha rakyat”
melalui partisipasi rakyat Mesir dalam pemerintahan konstitusional yang sejati.
Ketika penguasa Mesir, Khedewi Taufiq bermaksud menarik kembali janjinya untuk
membentuk dewan perwakilan rakyat berdasarkan alasan bahwa rakyat masih bodoh
dan buta politik, Afghani menulis surat kepada Khedewi yang isinya menyatakan
bahwa memang benar di antara rakyat Mesir, seperti halnya rakyat
dinegeri-negeri lain, banyak yang masih bodoh, teapi itu tidak berarti bahwa di
antara mereka tidak terdapat orang-orang pandai dan berotak.
Khatirat Jamal
al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi oleh
Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam kebanyakan
forum pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi informasi
yang penting tentang gagasan dan hidup Afghani. Selanjutnya, pemikiran Afghani,
diteruskan dan dikembangkan oleh murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha. Selanjutnya, pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya
pada tingkat wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya
menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh banyak
terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi modern masa kini seperti
Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi dengan Jama’atul
Islam dan termasuk Muh Natsir dengan Masyuminya. Wallahu’alam
- Inspirator dan Motivator Gerakan Reformasi Islam
Jika kita
berbicara tentang lahirnya gerakan-gerakan modern dalam Islam, sudah pasti nama
Jamaluddin al-Afghani harus ditempatkan pada posisi yang strategis dalam
gerakan-gerakan itu. Karena Al-Afghani merupakan tokoh yang penting, bahkan
yang paling penting, yang mencetuskan ide dan gerakan modern dalam Islam.
Dialah figur aktivis-revivalis Muslim yang memainkan peranan sangat penting dan
strategis dalam panggung percaturan sejarah Islam pada abad kesembilan belas.
Tampilnya Al-Aghani dengan sosok personalitas, aktivitas gerakan dan intensitas
perjuangannya yang penuh dengan dinamika memberikan inspirasi dan motivasi
munculnya gerakan reformasi Islam dan perlawanan-perlawanan umat Islam terhadap
imperialisme Barat pada abad kesembilan belas.
Jamaluddin al-Afghani,
menurut pengakuannya sendiri, lahir di Asadabad dekat Konar di distrik Kabul
(Afghanistan) pada tahun 1839. Ayahnya bernama Sayyid Safdar. Keluarga
Al-Afghani masih keturunan Husein bin Ali melalui ahli hadits terkenal Ali
al-Tirmidzi. Karena garis keturunan ini, ia pun menggunakan gelar sayyid dan
menamakan dirinya Sayyid Jamaluddin al-Huseini. akan tetapi di kesultanan
Turki, Mesir, dan Eropa, ia dikenal secara luas dengan nama jamaluddin
al-Afghani. sementara itu, buku-buku hasil tulisan Syi'ah mengatakan bahwa
tempat kelahiran al-Afghani adalah di asadabad dekat Hamadan di Persia. Versi
ini hendak mengklaim bahwa al-Afghani hanya berpura-pura mengaku berkebangsaan
Afghanistan sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari pengejaran penguasa-penguasa
Persia yang despotik.
Al-Afghani
menghabiskan masa kanak-kanaknya di Afghanistan. Ia memasuki suatu universitas
di Kabul, mempelajari filsafat dan ilmu pasti yang diajarkan dengan menggunakan
metode abad Pertengahan pada waktu itu. Kemudian, ia melanjutkan studinya di
India selama lebih dari satu tahun di mana ia menerima pendidikan yang lebih
modern dan berkesempatan untuk pertama kalinya mendalami sains dan matematika
Eropa modern. PAda tahun 1875 ia menunaikan ibadah haji Ke Mekkah. Dari masa
mudanya ia telah mempunyai cita-cita yang kuat untuk mengabdikan dan mewakafkan
dirinya bagi kepentingan Islam dan umatnya yang pada masa-masa itu terkapar di
bawah dominasi kekuasaan dan penjajahan Barat.
Secara
geografi, karier al-Afghani melintasi Iran, India, Mesir, Turki, dan Eropa
Barat. Melalui pidato dan tulisan-tulisannya al-Afghani menyerukan perlunya
kebangkitan kembali umat Islam baik dalam pemikiran, karya dan tindakan.
Himbauan, pesan dan seruannya berkumandang secara luas dan memikat para pendengar
dan pengikutnya. Pesan dan seruannnya memiliki dampak dan pengaruh yang kuat
atas jalannya percaturan peristiwa di dunia Arab, Persia, Turki, India, dan
kawasan Timur Tengah pada umumnya.
BAB V
KESIMPULAN
Sepanjang hidupnya Jamaluddin al-Afghani telah diabadikan
mengembangkan cita-cita dan perjuangannya serta ajarannya bagi kepentingan umat
Islam, khususnya dan negeri-negeri yang sedang terjajah pada umumnya.
Program politik adalah menggerakkan Pan Islamisme yaitu
dengan tujuan tercapainya kesejahteraan umat Islam di bawah pimpinan seorang
khalifah.
“GAMBAR TEMPAT BERSEJARAH”
PENUTUP
Demikianlah Makalah yang penulis
buat, pada saat melakukan pencarian dalam buku dengan pembahasan mengenai “Gerakan
Jamaluddin Al-Afghani”.
Sekali
lagi penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam pembuatan laporan ini sehingga terwujud
sebagai makalah.
Penulis
minta ma’af sebesar-besarnya apabila ada kesalahan-kesalahan, dan penulis
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Semoga
makalah ini diterima oleh pembimbing guna memenuhi tugas sejarah kebudayaan
Islam.
Tim Penulis
iii
DAFTAR PUSTAKA
Murodi, Dr.MA. 2004. Sejarah
Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Black, Antony. 2006. Pemikiran
Politik Islam. Jakarta: Serambi.
Nasution, Prof. Dr. Harun. 1992. Pembaharuan
dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Azzam, Dr. S. Tamini.1982. Democracy
in Islami Political Thought. Cairo.
Husayn Ahmad Amin. 2000. Seratus Tokoh dalam
Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawir Sajdzali. 1993. Islam dan Tata
Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press.
RA Gunadi & M Shoelhi (Penyunting), 2002. Dari
Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol. Jakarta: Penerbit Republika.
Alex MA. Kamus Ilmiah Populer Internasiona.
Disertai Data-data dan Singkatan. Surabaya: PT. Alfa.
Harun Nasution. 1996. Pembaharuan dalam Islam,
Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, cet.12.
_____________. 2001. Pembaharuan dalam Islam,
Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, cet.13.
Muhammad
al-Bahiy. 1986. Pemikiran Islam Moder. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.
M. Yusran Asmuni, 2001. Pengantar Studi Pemikiran
dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, edisi I, cet.3.
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin. 1988.
Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah). Surabaya:
PT. Sinar Wijaya.
http://www.cis-ca.org/voices/a/afghni.htm http://www.iol.ie/~afifi/Articles/democracy.htm
//www.replubika.co.id/berita/7288/Gerakan_pan_Islamisme/
//www.facebook.com/topic/
Republika.co.id/kotasantri.com
Wikipedia.co.id